Senin, 16 Februari 2015

OUR STORY - CHANYOEL EXO FANFICTION

OUR STORY
"apa yang harus aku lakukan?bahkan hanya untuk menatapnya saat ini aku tidak berani, apalagi untuk menyatakan perasaan ku..", malam ini Chanyoel sudah memutuskan untuk mengutarakan isi hatinya pada Hyo Rin noona. Makan malam ditempat romantis seperti ini dengan pemandangan kota Seoul dari ketinggian sudah disiapkannya dari jauh hari agar semua berjalan sempurna.
***
Hyo Rin adalah wanita cantik yang sangat baik dan lembut hatinya. Sayangnya kehidupan tidak pernah berbaik hati padanya. Sejak kecil Hyo Rin sudah menjadi yatim piatu karna ayah ibu nya meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Hyo Rin kecil kemudian hidup bersama bibi yang sudah bekerja di rumahnya sejak Hyo Rin dilahirkan, bibi Ma namanya. Hyo Rin hidup sederhana dan tumbuh menjadi gadis yang ceria juga pintar. Ia gadis yang berbakat, pemain tenis andalan di sekolahnya. Sejak 3 tahun lalu saat ia masih duduk ditingkat akhir sekolah menengahnya, ia sudah mulai bekerja paruh waktu di sebuah toko roti untuk membantu bibi Ma yang semakin memburuk keadaanya karna sakit yang dideritanya. Hyo Rin selalu bekerja keras, ia berjanji setelah lulus sekolah ia akan membahagiakan bibi Ma. Namun takdir berkata lain, beberapa bulan menjelang Hyo Rin lulus dari bangku sekolahnya bibi Ma meninggalkan Hyo Rin untuk selamanya. Kali ini Hyo Rin benar-benar terpuruk karena satu-satunya orang yang dimiliki dalam hidupnya sudah meninggalkannya seorang diri. Hari itu Hyo Rin yang sangat sedih memutuskan untuk menyendiri di lorong dekat gudang di belakang sekolah karena hanya ini satu-satunya tempat yang jarang di datangi siswa atau lainnya.
Hari itu juga menjadi hari pertemuan Hyo Rin dengan Chanyoel. Chanyoel adalah junior Hyo Rin di sekolah dan klub tenis. Chanyoel memiliki kehidupan 180 derajat berbeda dengan Hyo Rin, ia berasal dari keluarga terpandang. Hidup yang berkecukupan bukan berarti hidupnya sempurna.  Chanyoel sudah lama mengagumi Hyo Rin, tapi entah mengapa Hyo Rin tak pernah sekalipun melihat ke arahnya. Saat itu Chanyoel pergi ke gudang sekolah untuk menaruh peralatan olahraga yang sudah tidak terpakai. Tanpa sengaja ia melihat Hyo Rin yang tertunduk menangis tersedu-sedu di lorong dekat gudang itu. Saat itu hanya ada mereka berdua. Karena khawatir ia memutuskan untuk menghampiri Hyo Rin untuk menanyakan keadaannya. Walaupun ia harus berperang dengan batinnya yang tidak pernah berani menatap Hyo Rin. Ya mungkin inilah alasan Hyo Rin tidak pernah melihat Chanyoel apalagi menyadari keberadaannya.
"ini untuk menghapus air mata noona" ia mengulurkan sapu tangannya kearah Hyo Rin dengan suara dan tangan yang sedikit bergetar. Hyo Rin hanya terdiam menahan tangisnya dan tidak sedikit pun memperlihatkan wajahnya. Chanyoel memutuskan untuk bergegas pergi setelah Hyo Rin menerima sapu tangan itu, ia pikir keberadaannya juga bisa mengganggu Hyo Rin yang terlihat ingin sendiri.
Sejak hari itu Hyo Rin terlihat murung bahkan beberapa kali Chanyoel memergoki Hyo Rin dengan mata sembabnya. Chayoel yang tidak tahan melihat noona yang dicintainya terus menerus murung akhirnya mencoba mendekati Hyo Rin. Suatu hari Chanyoel menghampiri Hyo Rin yang kala itu sedang mengumpulkan bola tenis selepas latihan selesai sebagai hukuman untuk Hyo Rin yang tidak fokus saat latihan padahal seminggu lagi turnamen tenis antar sekolah akan diselenggarakan. "noona apa kau baik-baik saja?" sapa Chanyoel sembari mengulurkan bola tenis yang dipungutnya. "omo.." Hyo Rin yang melamun sedari tadi terkejut mendengar suara Chanyoel lalu menoleh ke arah datangnya suara. "aku baik-baik saja" jawabnya. "akhir-akhir ini aku seringkali melihat mu  murung, saat itu aku juga melihat mu menangis di dekat gudang sekolah..apa kau ingat dengan ku noona?"
"iya, aku ingat. Hari itu bibi ku meninggal dunia" Hyo Rin menundukkan kepalanya, ia terlihat sedang menahan tangisnya namun rasa rindunya terhadap bibi Ma lebih kuat dari tembok pertahanan di matanya. Air mata itu jatuh begitu saja. Chanyoel yang melihat Hyo Rin menangis tak mengerti harus berbuat apa. Ia menuntun Hyo Rin untuk duduk dan menenangkan hati nya. Sore itu Hyo Rin banyak bercerita tentang hidupnya kepada Chanyoel. Setidaknya dengan bercerita beban di hati Hyo Rin berkurang. Semenjak hari itu Hyo Rin dan Chanyoel menjadi dekat. Chanyoel yang periang dan dikenal sebagai 'happy virus' tentu saja dengan mudah membuat Hyo Rin tersenyum kembali setiap kali ia merasa lelah dengan hidupnya. Tingkah laku Chanyoel yang konyol dan kekanak-kanakan juga membuat Hyo Rin merasa nyaman di dekatnya. Sedangkan Chanyoel yang semakin hari semakin mengenal Hyo Rin dan tahu cerita hidupnya yang menyedihkan membuat rasa sayangnya semakin besar. Ia selalu ingin melindungi Hyo Rin noona dan membuatnya selalu tertawa. Mereka selalu bersama saat disekolah ataupun saat latihan tenis. Setelah lulus sekolah Hyo Rin memutuskan untuk bekerja sedangkan Chanyoel yang lulus satu tahun setelah Hyo Rin melanjutkan kuliah di Universitas Seoul. Sudah tiga tahun mereka bersama, menjalani setiap momen suka dan duka bersama namun hingga kini Chanyoel belum juga berani menyatakan perasaannya itu pada Hyo Rin. 
***
Hari ini adalah hari ulang tahun Hyo Rin noona, Chanyoel memberanikan diri untuk mengutarakan perasaannya tepat malam ini ketika mereka makan malam bersama. Sejak seminggu yang lalu Chanyoel mempersiapkan ini semua, makan malam tepat di atas Namsan Tower dengan pemandangan kota Seoul di malam hari dan sebuah kalung dengan bandul hati yang didalamnya terdapat fotonya dan Hyo Rin.
Semua berjalan lancar, Hyo Rin terlihat begitu senang. Hanya satu yang menjadi masalah dari awal mereka makan malam bersama. Chanyoel yang sangat gugup malam ini ditambah lagi melihat Hyo Rin yang terlihat begitu menawan dengan gaun selutut berwarna hitamnya. Karena terlalu gugup Chanyoel sering menunjukkan ekspresi bodohnya yang justru membuat Hyo Rin tertawa. Tiba saatnya Chanyoel mengutarakan perasaannya, dengan sekuat tenaga ia memberanikan diri untuk menggenggam tangan Hyo Rin dan dengan suara yang sedikit bergetar ia mengutarakan perasaannya selama ini. "noona..telah lama aku mengagumi mu, bahkan sebelum kau mengenal ku..aku sering memperhatikan noona sejak pertama kali aku masuk klub tenis. Setiap kali aku melihat kau yang begitu bersemangat saat bertanding atau melihat senyum mu, aku merasa bahagia. Ketika kau sakit dan menangis, aku juga merasakan sakit yang sama. Itulah mengapa aku selalu ingin di dekat mu, selalu ingin melindungi mu. Aku selalu ingin membuat mu tersenyum, walaupun terkadang aku justru berbuat hal bodoh. Aku mencintaimu noona"
Hyo Rin sangat terkejut dengan sikap Chanyoel yang berbeda dari biasanya, cenderung aneh. Tatapan Chanyoel yang begitu tegas saat mengutarakan perasaannya ini pasti bukanlah lelucon. Chanyoel memang gemar mengeluarkan lelucon tapi ini berbeda, "sungguhkah ini benar adanya?Chanyoel menyukaiku lebih dari sekedar kakak nya?" batin Hyo Rin. Tiba-tiba Chanyoel berdiri dan melangkah mendekati Hyo Rin lalu berlutut di hadapan Hyo Rin. "kau pasti bingung dengan sikapku saat ini kan noona?aku sudah lama ingin mengatakan ini tapi aku sungguh tidak mempunyai keberanian bahkan untuk sekedar menatap noona.." Chanyoel mengeluarkan sebuah kalung hati dari kantung celananya lalu memberikannya pada Hyo Rin. "kalau noona menerima persaan ku, noona bisa mengenakan kalung ini namun kalau tidak ambilah dan buang kalung ini" sulit dipercaya malam itu akhirnya Chanyoel berhasil mengumpulkan keberaniannya   , bukanlah hal yang rumit bagi Hyo Rin untuk menjawab perasaan Chayoel padanya karena sebenarnya ia juga merasakan hal yang sama. Chayoel yang selalu berbuat bodoh dihadapannya dan selalu berhasil membuatnya tertawa.
 "aku tidak akan mengenakan kalung itu" ujar Hyo Rin yang membuat Chanyoel menundukkan kepalanya, "apa kau mau memakaikan kalung itu untukku?". Malam ini diakhiri dengan melihat pesta kembang api di atas Namsan tower dengan senyum keduanya yang terus mengembang.
Hari demi hari mereka lalui bersama. Tidak ada yang berubah dari kehidupan mereka. Hanya saja ketika bersama mereka dapat saling menguatkan disaat cobaan datang. Suka duka mereka lalui dengan canda tawa. Mereka saling memiliki satu sama lain.
***
Lagi-lagi hidup berlaku tidak adil pada Hyo Rin, disaat ia merasakan hidup yang sebenarnya dengan kehadiran Chanyoel, satu-satunya orang yang ia punya saat ini. Sayang kisah hidup dua mahluk Tuhan ini tidaklah sejalan, tidak berjodoh. Sebelas bulan hubungan itu berjalan bahagia hingga akhirnya masalah menghampiri mereka. Hari ini Chanyoel memiliki janji dengan Hyo Rin di taman kota. Sepulang kerja Hyo Rin segera bergegas pergi ke taman dengan tidak lupa membawakan roti kesukaan Chanyoel. Ini memang sudah menjadi rutinitas mereka untuk jalan bersama setiap akhir pekan tiba, kali ini taman kota menjadi tujuan mereka karena pekan ini sedang diselenggarakan festival musim semi.
Hyo Rin sudah tiba ditaman lebih dahulu dari Chanyoel. Tidak lama dari kejauhan terlihat Chanyoel yang ternyata tidak datang sendirian. Ia bersama seorang pria yang sangat berbeda dari segi penampilan dengannya. Chanyoel dengan kaos, celana jeans, dan sepatu sport andalannya sedangkan teman disamping nya berpenampilan sangat dewasa dengan setelan jas berwarna abu.
"noona!!"teriak Chanyoel dari kejauhan dengan wajah riangnya dan berlari kecil seperti biasa. "kau sudah lama menunggu ku?" tanyanya pada Hyo Rin
"ehm tidak" jawab Hyo Rin dengan senyum manis tersungging di wajahnya
"noona perkenalkan ini hyung ku dari Amerika yang pernah ku ceritakan, ia baru saja dipindah tugas kan ke Korea"
"perkenalkan nama ku Jongdae" Pria itu mengulurkan tangannya yang disambut baik oleh Hyo Rin
Tidak berapa lama Jongdae pamit undur diri, ya ia memang hanya mengantarkan Chanyoel namun karena Chanyoel yang memaksa untuk memperkenalkannya pada Hyo Rin membuat Jongdae yang sejak kecil sulit menolak permintaan Chanyoel harus menuruti permintaan adiknya itu. Jongdae dan Chanyoel adalah saudara dari ibu yang berbeda. Ayah Jongdae menikah lagi dengan ibu Chanyoel saat Jongdae berusia 1 tahun. Ibu Jongdae meninggal ketika melahirkannya. Walaupun Jongdae tahu semua kenyataan tentang keluarganya tak mengurangi rasa sayangnya pada Chanyoel. Usia mereka memang tidak terpaut jauh namun sifat Jongdae sangat jauh dewasa dibandingkan Chanyoel, mungkin karna Jongdae sudah terbiasa hidup sendiri sejak ia memutuskan untuk bersekolah di Amerika. Jongdae juga sangat pintar, berprestasi dalam pendidikannya, membuatnya lebih cepat lulus dari sekolahnya. Kini Jongdae bekerja di sebuah perusahaan berskala internasional yang bergerak di bidang properti. Walaupun baru bekerja 6 bulan ia sudah diberikan kepercayaan besar untuk mengurus salah satu anak perusahaan tersebut yang ada di Korea.
"hyung ku sangat tampan bukan?tentu saja..lihat saja adiknya" tanya Chanyoel dengan wajah sombongnya
Chanyoel dan Hyo Rin berjalan mengelilingi taman dan melihat-lihat jejeran tenda festival musim semi. Udara yang segar dan suasana yang sangat meriah dengan pemandangan berbagai bunga musim semi yang indah membuat Hyo Rin sangat bahagia. Apalagi saat ini ia sedang bersama orang yang paling disayanginya. Setiap momen indah yang mereka lewati semakin meyakinkan Hyo Rin untuk terus ada disamping Chanyoel. Ia ingin dapat selalu bersama sampai akhir usia. Begitupun dengan Chanyoel.
***
Minggu ini adalah minggu yang sangat melelahkan untuk Jongdae, tugasnya sebagai penanggung jawab baru di perusahaan itu membuat waktu luang nya sedikit bahkan waktu untuk makan siangnya berkurang. Siang ini Jongdae memutuskan untuk membeli beberapa roti sebagai santapan makan siangnya. Sebelum pergi ke tempat pertemuan nya dengan koleganya, Jongdae mampir di sebuah toko roti dekat kantornya.
"selamat siang..kka..kau?" Hyo Rin yang cukup terkejut melihat Jongdae, "oh kau kan Jongdae, kaka nya Chanyoel?"
Jongdae yang tidak kalah terkejut ketika melihat pelayan toko roti yang melayaninya ternyata adalah kekasih dari adiknya. "iya, kau Hyo Rin bukan?kau bekerja disini?" tanya Jongdae dengan raut tidak percaya. Jongdae memang memiliki jalan pikiran yang lebih dewasa dari teman seusianya namun sikap ini justru membuatnya bersikap idealis, baginya semua harus sesuai, begitu pula dalam cinta. Keluarga Jongdae dan Chanyoel memang tergolong keluarga kaya raya, Ayah mereka adalah seorang ilmuwan dan tokoh penting di universitas Seoul selagi hidupnya. Hal ini yang membuat Jongdae menjadi sangat pemilih dalam mencari pasangan, bahkan baginya hal ini berlaku juga untuk Chanyoel, adiknya. Chanyoel selama ini memang belum menceritakan latar belakang Hyo Rin padanya. Jongdae juga tidak pernah berpikir kalau Chanyoel akan tertarik pada wanita yang dianggapnya tidak sederajat dengannya.  Sejak siang itu Jongdae menyuruh orang untuk menyelidiki latar belakang Hyo Rin dan keluarganya.
Jongdae kini tahu segala hal tentang Hyo Rin. Hal ini yang membuat Jongdae mulai berusaha menjauhi adiknya dari gadis ini, menurutnya Hyo Rin bukanlah gadis yang cocok untuk disandingkan dengan Chanyoel. Suatu hari dikediaman Jondae dan Chanyoel. Hari itu adalah akhir pekan, kali itu Jongdae tidak berangkat ke kantor untuk bekerja.
"bagaimana kalau hari ini kita pergi berlibur?berhubung akhir pekan ini aku tidak ada agenda diluar, kita juga belum pernah keluar bersama setelah aku datang kembali ke Korea bukan?" ajak Jongdae saat mereka sarapan pagi bersama
"wah benar hyung..sepertinya asik" belum sempat membicarakannya lebih lanjut Chanyoel teringat sesuatu, "ah hyung maaf aku baru ingat, aku sudah ada janji dengan Hyo Rin noona"
"aa begitu, oya mengenai Hyo Rin, kau belum menceritakan latar belakangnya pada ku" jawab Jongdae dengan raut wajahnya yang berubah setelah mendengar penolakan Chanyoel. "aa mengenai Hyo Rin, te..tenang saja hyung, Hyo Rin gadis baik-baik, kau harus percaya padaku" jawab Chanyoel dengan gugup. Chanyoel tahu kalau kaka nya itu sangatlah pemilih dalam urusan ini, bibit bebet dan bobot tidak pernah luput olehnya. Itulah yang membuatnya hingga kini belum pernah satu kalipun memperkenalkan gadis spesial untuk dirinya. "aku percaya padamu, ingat kau harus memilih pasangan yang sesuai denganmu, bibit bebet dan bobot itu sangat penting..semenjak Ayah meninggal aku lah yang bertanggungjawab atas hidupmu, aku tidak ingin kau salah memilih". Ya semenjak Ayah mereka meninggal dua tahun yang lalu Jongdae memang sangat protektif terhadap kehidupan Chanyoel.
Jongdae sangat mengerti bagaimana sifat adiknya, ia tahu Chanyoel sangat mencintai Hyo Rin tapi tetap saja dimatanya Hyo Rin bukanlah wanita yang pantas bersanding dengan Chanyoel. Jongdae bukanlah pria yang bodoh, tidak mungkin memaksa Chanyoel meninggalkan Hyo Rin tapi ia masih punya banyak cara untuk memisahkan mereka.
***
Esok adalah hari yang paling dinantikan Chanyoel. Ia dan Hyo Rin merencanakan untuk pergi berlibur bersama ke pantai untuk memperingati hari jadi mereka setelah satu tahun yang lalu Chanyoel menyatakan perasaannya di atas Namsan Tower. Pantai adalah tempat spesial bagi Hyo Rin, entah mengapa Hyo Rin akan merasa sangat tenang setiap kali melihat deburan ombak. Itulah alasan Chanyoel mengajak Hyo Rin berlibur ke pantai. Sejak malam Chanyoel tidak dapat tidur karena terlalu senang dan tidak sabar menunggu terbitnya matahari. Pagi hari nya Chanyoel segera bergegas mengendarai mobilnya untuk menjemput Hyo Rin di rumahnya. Tepat saat Chanyoel tiba di depan rumah, Hyo Rin keluar dari dalam rumahnya. Seperti biasa Hyo Rin selalu terlihat cantik di matanya. Kali ini Hyo Rin mengenakan sweater berwarna biru langit dipadukan dengan syal berwarna putih dan celana jeans panjangnya, gadis yang manis dan tangguh.
Sesampai di pantai Hyo Rin dan Chanyoel asik bermain dan berkejaran dengan ombak. Mereka selalu menkmati kebersamaan mereka terlebih lagi hari ini adalah hari spesial dalam hidup mereka. Setelah lelah bermain dengan ombak mereka pergi ke sebuah rumah makan di pinggiran pantai.
Ditengah asik menyantap makan siang
"noona!" Chanyoel mengibaskan tangannya didepan wajah Hyo Rin, "noona kau tidak memakan makanan mu?kenapa kau dari tadi hanya melihat ku?"
"eeh, aku hanya ingin memandang wajah mu dari dekat, bagaimana perasaan mu hari ini?setelah ini kita berkeliling pantai ini yah..kau kan belum menetapi janji mu untuk mengajak ku ke ujung pantai ini, kau ingat?" jawab Hyo Rin.
"baiklah noona, aku sangat senang sekali hari ini, kalau saja waktu bisa dihentikan aku berharap  waktu tetap seperti saat ini..aku ingin selalu bersama mu", Hyo Rin hanya terus memandang Chanyoel dengan tatapan sendunya. Hari ini Hyo Rin tampak sangat berbahagia, begitupun dengan Chanyoel. Namun ada yang aneh dari sikap Hyo Rin hari ini, beberapa kali Hyo Rin memandang Chanyoel dengan tatapan sendu tak seperti biasanya, tatapan yang penuh arti. Tatapan itu seperti tatapan orang yang akan pergi untuk waktu yang lama, seperti Hyo Rin sedang memuaskan dirinya karena tidak akan melihat orang yang dicintai nya lagi. Setelah selesai makan mereka melanjutkan berjalan-jalan mengelilingi pantai. Tanpa terasa hari mulai menjelang sore, matahari beranjak keperaduannya, tepat disaat mereka sampai di ujung pantai. Mereka kini duduk berdampingan di atas pasir putih pantai sembari melihat indahnya matahari meredup dan perlahan kembali ke peraduannya.
"Cukup sampai disini" Hyo Rin melepaskan genggaman tangan Chanyoel
"apa noona?"
"cukup sampai disini saja hubungan diantara kita, saatnya kita meneruskan jalan hidup kita masing-masing" ujar Hyo Rin tanpa menatap ke arah Chanyoel sedikitpun
"apa maksudmu noona?bukankah kau bilang ingin selalu bersama ku?" Chanyoel yg terkejut dengan ucapan Hyo Rin,"noona jawab aku!" Chanyoel membalikkan tubuh Hyo Rin dengan paksa hingga Hyo Rin dan Chanyoel kini saling bertatapan. Hyo Rin hanya dapat menundukkan kepalanya. "noona..ku mohon jawab aku" ujar Chanyoel dengan suaranya yg mulai terdengar parau.
Hyo Rin kini mengangkat kepalanya dan menatap Chanyoel lekat, "kita harus berakhir disini Chanyoel, aku sudah tidak lagi menyukai mu" Hyo Rin berusaha melepaskan genggaman tangan Chanyoel di lengannya. "jangan bercanda noona, ku mohon.."
"saat ini aku tidak sedang bercanda Chanyoel, dengarkan aku baik-baik..aku ingin kita putus"
"ada apa dengan mu noona?" ujar Chanyoel dengan suara yg mulai bergetar
"aku menyukai pria lain, pria yg lebih dewasa dari mu.."
"apa benar itu alasanmu?aku janji akan berubah, mulai sekarang aku akan mengenakan pakaian yg terlihat lebih dewasa, aku tidak akan bertindak seperti anak kecil lagi..aku janji" Chanyoel menggenggam tangan Hyo Rin
"suara itu, bahkan aku membenci semua itu, aku tidak suka cara mu memanggilku!" Hyo Rin mengucapkannya dengan tegas, namun terlihat Hyo Rin  menahan tangisnya setelah mengucapkan kata-kata itu. Ia memalingkan wajahnya dan berusaha melepaskan genggaman tangan Chanyoel namun tenaga Chanyoel terlalu kuat untuk dikalahkannya. "ku mohon noona..jangan seperti ini" Chanyoel mulai menangis, kini ia berlutut dihadapan Hyo Rin tanpa melepaskan genggaman tangannya pada tangan Hyo Rin. "sudah saatnya semua ini berakhir, kini aku harus bangun dari mimpi ku..sudah cukup bersenang-senang dengan mu, lepaskan aku Chanyoel" Hyo Rin akhirnya terlepas dari genggaman Chanyoel yang melemah karena ia tak kuat menahan tangisnya. Hyo Rin bergegas memalingkan tubuhnya dan beranjak pergi menjauh dari Chanyoel tanpa menoleh sedikitpun ke arah Chanyoel. Sedangkan Chanyoel hanya dapat terduduk merintih melihat punggung Hyo Rin yang semakin menjauh dari pandangannya.
***
Satu bulan setelah perpisahan itu, hari demi hari mereka lalui dengan rasa pedih di hati mereka masing-masing. Terutama Hyo Rin, perpisahan ini bukanlah hal yang diinginkannya. Hyo Rin kini hidup disebuah desa tempat kelahiran bibi Ma, disana ia hidup bersama anak-anak yatim piatu di sebuah panti asuhan. Bermain dengan anak-anak dapat menyembuhkan luka dihati Hyo Rin secara perlahan. Hyo Rin berjalan disebuah taman dekat panti asuhan, ini adalah tempat favorit Hyo Rin disaat kenangan masa lalunya bersama Chanyoel kembali membayangi pikirannya. Hyo Rin duduk disebuah bangku taman dan memejamkan matanya, saat ini ia sedang berusaha menenangkan pikiran dan hatinya. Setiap kali kenangan itu kembali Hyo Rin tak pernah bisa menahan tangisnya, ia sangat merasa bersalah.
FLASH BACK
Malam itu setelah selesai bekerja, saat keluar dari tempat kerjanya Hyo Rin bergegas pergi ke sebuah restoran. Di restoran tersebut Jongdae sudah menunggunya untuk makan malam bersama dan ada yang ingin dibicarakan Jongdae mengenai Chanyoel. Oleh karena itu ia menerima ajakan Jongdae untuk makan malam bersama. Sesampainya di restoran tersebut.
"langsung saja ke inti pembicaraan, aku ingin kau putus dengan Chanyoel"
"apa maksudmu?" Hyo Rin yang sangat terkejut dgan perkataan Jongdae
"kau tau siapa Chanyoel bukan?bagiku kau bukanlah gadis yang pantas untuk Chanyoel..jadi sekaranglah saatnya kau bangun dari mimpi mu, sebelum kau semakin mencintai nya dan justru akan lebih sulit untuk meninggalkannya"
Hyo Rin hanya terdiam membisu tak menyangka dengan apa yang diucapkan Jongdae barusan,
"aku..aku sangat mencintai Chanyoel, aku mencintainya karena ia adalah Chanyoel ku yang selalu menjadi semangat ku bukan Chanyoel dengan latar belakang keluarganya, aku tidak akan pernah meninggalkannya". Jongdae yang mendengar jawaban Hyo Rin menjadi kesal, "karena itulah kau tidak pernah pantas untuknya, lepaskan Chanyoel atau hidup mu akan menderita!" ujar Jongdae dengan nada sedikit tinggi. Hyo Rin hanya dapat diam, ia menahan tangisnya. "jika kau tinggalkan Chanyoel maka aku akan menjamin hidupmu, apapun yang kau butuhkan akan ku penuhi..tapi kalau tetap bertahan dengan Chanyoel, aku tidak segan-segan menyakiti mu, bahkan jika perlu aku memaksa Chanyoel untuk meninggalkan mu selamanya, bagaimanapun caranya akan ku lakukan!kau mengerti?"
Dengan berat hati akhirnya Hyo Rin menerima tawaran Jongdae. Ia berjanji akan meninggalkan Chanyoel, bukan karena ia tertarik dengan upah yang Jongdae tawarkan namun karena ia khawatir Jongdae akan menyakiti Chanyoel untuk memisahkan mereka.
FLASH BACK END
Itulah alasan Hyo Rin meninggalkan Chanyoel. Setelah ia mengucapkan perpisahan pada Chanyoel di pantai sore itu, ia tak kuat lagi menahan rasa sakit dihatinya. Sepanjang malam hingga esok harinya Hyo Rin hanya dapat menangis, akhirnya ia memutuskan untuk pergi jauh dari kota agar dapat segera melupakan setiap kenangannya bersama Chanyoel. Setelah satu bulan Hyo Rin menjauh namun ternyata sakit itu tak pernah hilang bahkan kini luka di hatinya semakin meradang. Kini luka itu semakin menyedihkan karena penyesalan Hyo Rin. Penyesalan karena Hyo Rin terlalu mudah menyerah akan cinta nya. Penyesalan yang akan terus membayangi hari-harinya dan selalu datang ditiap mimpi dalam tidurnya.
Hyo Rin sadar betapa Chanyoel sungguh berarti dalam hidupnya, 'happy virus' nya. Kini hanya kalung hati yang tersisa. Hanya benda ini yang mampu menghilangkan sedikit rasa sakit di hati Hyo Rin ketika rindunya terhadap Chanyoel meradang.
Dilain tempat Chanyoel yang selama hidupnya penuh dengan keceriaan kini berubah drastis. Setelah kejadian di pantai ia menjadi sangat pendiam, bahkan seminggu pertama Chanyoel tak pernah pergi kuliah, untuk makan saja ia tidak punya cukup tenaga. Ya Hyo Rin lah tenaga yang ia butuhkan saat ini. Chanyoel sangat terpukul, sakit ini akan terus bersarang di hatinya. Bukan sakit karena rasa patah hatinya namun sakit karena selalu merindukan Hyo Rin. Hyo Rin yang tak bisa lepas dari pikiran Chanyoel dan Chanyoel  yang selalu hadir dalam mimpi ditiap malam Hyo Rin.
END


GOODBYE SUMMER - D.O EXO FANFICTION

GOODBYE SUMMER

Musim panas selalu menjadi salam perpisahan diantara kita.
“kita seperti kembali kemasa kita masih sekolah dulu. Kau masih ingat sewaktu kita dihukum karena tidak mengerjakan tugas dulu?” tanya Kyungsoo membuka percakapan diantara kami
“tentu aku masih mengingatnya” jawabku
Lima tahun yang lalu, sewaktu kita masih duduk dibangku SMA, kita selalu bersama. Kita seperti sepasang kekasih bukan?atau lebih dari itu? pertanyaan yang selalu teman-teman perempuanku dulu tanyakan padaku. Dimana ada aku disitu ada Kyungsoo. Kita pergi sekolah bersama, belajar bersama, bermain bersama, dan dihukum bersama. Aku masih ingat malam sebelum aku dan Kyungsoo dihukum. Saat itu Kyungsoo datang ke rumahku membawa setumpuk video game yang baru saja dibelinya. Kyungsoo si maniak games itu adalah julukanku dulu untuknya.  
“apa yang ingin kau lakukan malam-malam begini datang kerumahku membawa tumpukan video games itu Kyungsoo?”
“tentu untuk memainkan semua games ini bersamamu Jihyo”
“kalau ingin main games main saja dirumahmu. Mengapa harus jauh-jauh kerumahku?”
“Ayah dan Ibu sedang ada di rumah. Mereka sangat berisik, jadinya aku tidak bisa berkonsentrasi untuk memainkan semua games ini”
 Kyungsoo selalu melakukan hal yang membuatku terkejut. Aku tahu Kyungsoo sedang melarikan diri malam itu. Tanpa Kyungsoo ceritakan aku sudah bisa membaca tingkahnya setiap kali Kyungsoo sedang bermasalah. Malam itu kami habiskan waktu bersama dengan memainkan semua games yang Kyungsoo bawa. Seperti biasa saat bersamanya aku selalu merasa bahagia sampai melupakan hal lain didunia ini,  termasuk tugas matematika yang harus dikumpulkan esok hari. Bodohnya tak ada satupun dari kami yang sadar dengan tugas itu. Kyungsoo dan aku tenggelam dalam kebahagiaan. Esok harinya saat guru menyuruh semua anak mengumpulkan buku tugas aku baru sadar belum menyelesaikan tugas itu. Akhirnya kami harus menjalani hukuman bersama.
Saat ini berjalan disebelahnya melewati lorong ini, lorong kelas kita dulu, tanpa sadar aku tak bisa menyembunyikan senyumku. Seperti mimpi yang menjadi nyata setelah 5 tahun lulus dari sekolah ini dan berpisah dengannya, hari ini aku bisa kembali melihat wajah dan senyumnya. Lorong kelas ini menjadi saksi kenakalan kami dulu. Apakah aku sudah gila?mengingat ketika kita dihukum dulu mengapa begitu menyenangkan?
Kau adalah aku dan aku adalah kau. Kata-kata ini yang selalu Kyungsoo katakan padaku setiap kali aku mendapat masalah.
“Jihyo pokoknya hari ini kau harus datang ke festival musim panas sekolah. Aku akan tampil bernyanyi disana, oke?”
“ah..kau mengganggu acara liburku. Aku tidak mau datang”
“ayolah..kau harus datang!aku tidak mau tahu”
Awalnya aku memang tidak berniat untuk datang, seperti memiliki indera keenam aku merasa akan terjadi hal buruk padaku jika aku datang ke acara itu. Tapi telepon darinya membuatku goyah. Aku tahu Kyungsoo sudah mempersiapkan lagu terbaik untuk dinyanyikan dalam acara itu. Aku juga tahu Kyungsoo sudah berlatih keras untuk penampilannya hari itu. Dengan alasan persahabatan akhirnya aku memutuskan untuk datang ke acara itu.
Festival musim semi yang selalu diadakan dilapangan sekolah. Sebuah panggung yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya sudah berdiri kokoh ditengah lapangan. Puluhan stand yang memamerkan beragam kreasi murid-murid sudah berjejer mengitari lapangan. Suasana sekolah menjadi sangat berbeda dengan beragam dekorasi yang sudah dibuat dari seminggu sebelum acara ini terselenggara. Acara ini memang selalu ditung-tunggu oleh seluruh murid terkecuali aku. Aku benci keramaian, mungkin itu yang menjadi alasan mengapa aku tidak banyak memiliki teman diluar teman kelasku. Aku memang sulit beradaptasi dengan lingkungan dan orang baru, terlebih lagi aku phobia keramaian. Berada ditengah keramaian akan membuatku merasa pusing. Hari itu sesampainya disekolah, aku segera mencarinya. Aku pergi kebelakang panggung berharap Kyungsoo ada disana. Tepat. Dia dengan penampilannya saat itu yang membuatku sedikit terkejut. Kyungsoo sedang bersiap-siap dibelakang panggung. Kyungsoo tampan dengan kemeja biru langit itu.
“oh!kau sudah datang. Aku akan tampil 15 menit lagi. Sebelum aku tampil kau bisa duduk disini, aku tahu kau pusing melihat orang berlalu lalang diluarkan?” memang hanya Kyungsoo yang tahu phobiaku ini.
“ah tidak perlu. aku kesini karena ingin menyemangatimu. Setelah ini aku akan keluar, aku ingin berkeliling melihat stand
“apa kau yakin tidak apa-apa berjalan tanpa aku?” pertanyaan konyol  yang selalu kau tanyakan padaku.
“yak!aku ini bukan anak kecil yang bisa hilang kalau tidak ada orang yang mendampinginya. Lagipula inikan sekolahku juga, kenapa aku harus khawatir”
“hahaha baiklah, jaga dirimu baik-baik”
Aku pikir masih ada waktu sebelum Kyungsoo tampil jadi aku bisa berkeliling melihat-lihat stand.Lagipula ini adalah kali pertamaku datang ke festival musim semi sekolah semenjak aku bersekolah disini jadi aku tidak akan menyia-nyiakan waktuku. Selama aku mengobrol dengan Kyungsoo dibelakang panggung tadi ternyata ada segerombolan senior yang memperhatikanku. Ya mereka itu penggemar Kyungsoo. Aku baru tahu kalau Kyungsoo memiliki cukup banyak penggemar setelah kejadian difestival itu. Aku tahu kalau Kyungsoo memang terkenal memiliki suara yang bagus. Kyungsoo sering mengisi acara-acara sekolah. Tapi aku tidak pernah menyangka sebegitu terkenalnya dia terutama dikalangan senior. Saat asik mengitari stand gerombolan senior itu menghampiriku. Aku mengabaikan mereka karena merasa tidak memiliki urusan dengan mereka. Salah satu senior menarik tanganku kala itu untuk menjauh dari keramaian stand. Jujur aku mulai takut saat itu.
“jadi ini gadis yang selalu bersama dengan Kyungsoo?apa hubunganmu dengan Kyungsoo?pacarnya?” senior yang lain mulai menginterogasiku
“aku hanya teman sekelasnya. Aku bukan pacarnya”
“kalau kau bukan pacarnya mulai sekarang berhenti mendekati Kyungsoo” senior itu berteriak tepat didepan wajahku
Aku sangat kesal saat itu. “mengapa aku harus menjauhinya?memang kalian siapa?”
Sepertinya kata-kataku sudah membuat mereka semakin marah padaku. Tapi hatiku juga sangat kesal dibuat mereka saat itu. Alhasil terjadilah pertengkaran saling jambak dan berteriak diantara kami.
“yak!kalian kalau berani jangan keroyokan!sini hadapi aku satu persatu!” teriakku saat itu melihat mereka yang secara bersamaan menyerangku.
Teriakan kami ternyata mengalihkan perhatian murid-murid lain yang hadir dalam festival itu, termasuk Kyungsoo yang saat itu sedang tampil diatas panggung. Tak lama sudah banyak murid yang menggerumuni kami. Seorang murid laki-laki yang merupakan teman sekelasku melerai pertengkaran kami. Aku bisa melihat Kyungsoo dari kejauhan berlari menghampiriku. Wajahnya antara kesal dan khawatir saat itu. Kyungsoo lalu menarik tanganku dan membawaku menjauh dari keramaian itu. Kyungsoo membawaku pulang. Sepanjang perjalanan pulang tak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya ataupun dari mulutku. Aku terlalu takut untuk memulai pembicaraan. Aku takut Kyungsoo marah padaku karena telah membuat keributan dalam acara itu. Benar saja, Kyungsoo marah padaku. Setelah turun dari bis, telingaku habis-habisan dibuatnya pengang oleh ocehannya.
“kau ini apa-apaan sih!kenapa berkelahi dengan senior-senior itu?seperti anak kecil saja”
“mengapa kau menyalahkan semua pertengkaran tadi padaku?coba kau tanyakan saja pada penggemar-penggemarmu itu” aku masih sangat kesal saat itu ditambah Kyungsoo yang ikut memarahiku membuatku tidak bisa mengendalikan emosiku. Aku menangis sejadi-jadinya didepan Kyungsoo saat itu. Ini pertama kalinya Kyungsoo memarahiku seperti ini.
“sejak awal aku sudah bilang aku tidak ingin datang, tapi karena ingin melihat penampilanmu aku memutuskan untuk datang. Kalau tahu seperti ini aku tidak akan pernah datang ke acara itu.” aku bergegas pergi meninggalkan halte itu sebelum lebih sulit lagi mengendalikan air mataku saat itu. Satu yang tidak kau tahu hingga kini, sesaat itu juga aku menyesal karena mengatakan semua itu padamu.
Setelah kejadian itu Kyungsoo tidak menghubungiku. Aku juga tidak menghubunginya, karena aku merasa gengsi untuk menghubunginya lebih dulu. Rasa gengsi itu juga yang membuatku mengacuhkannya disekolah setiap Kyungsoo mencoba menyapaku. Aku rasa untuk beberapa saat menghindarinya adalah jalan yang tepat tapi ternyata hanya tiga hari tidak mendengar kabarnya dan bermain bersamanya sudah membuatku kesepian. Aku memberanikan diri untuk menghubunginya. Semalaman suntuk aku menghubungi telepon genggamnya, tapi tidak ada jawaban sedikitpun. Beribu pikiran mulai berkecamuk dalam otakku.
“apakah kemarin aku sangat berlebihan padamu?apa kau sangat marah padaku?”
Esok harinya disekolah aku juga tidak melihatnya dikelas. Kyungsoo membolos sekolah. Aku tahu itu setelah aku datang kerumahnya sepulang sekolah. Ibu Kyungsoo yang membukakan pintu untukku waktu itu. Ibu bilang kalau kyungsoo belum pulang sekolah. Pasti kali ini Kyungsoo juga sedang melarikan diri. Aku terus mencarinya kesemua tempat yang sering kami datangi disaat bosan tapi aku tidak juga menemukannya. Hari sudah menjelang sore ketika aku mulai menyerah mencarinya. Aku juga harus kembali ke sekolah sebelum pulang karena aku meninggalkan sepedaku hari itu. Sesampainya disekolah aku ingat satu tempat rahasia kami yang belum aku datangi. Tempat yang selalu aku dan Kyungsoo tuju setiap kali membolos pelajaran bahasa. Rooftop sekolah. Aku segera berlari menaiki semua anak tangga disekolah. Benar saja, Kyungsoo ada disana. Kyungsoo dengan seragam sekolahnya sedang tertidur pada sebuah bangku panjang saat itu. Aku menghampirinya sekedar ingin melihat keadaannya.
“sepertinya kau sangat lelah” ucapku saat itu melihatnya yang tertidur sangat lelap.
Saat aku beranjak pergi Kyungsoo justru terbangun dari tidurnya. Saat itu Kyungsoo menarik tanganku untuk duduk kembali dan  tidak meninggalkannya. Kami untuk waktu yang cukup lama hanya diam sampai akhirnya aku berani membuka percakapan.
“maafkan aku”
“untuk apa?” jawabnya tanpa menoleh kearahku sedikitpun. sepertinya Kyungsoo masih marah padaku.
“karena bertengkar hari itu. Maafkan aku juga yang membentakmu hari itu dihalte”
Kyungsoo menoleh kearahku namun tak ada satu katapun keluar dari mulutnya. Kyungsoo hanya diam menatapku. Jujur saja aku gugup saat itu karena tatapannya.
“yak!kenapa hari ini kau bolos sekolah?” aku menjitak kepalanya kala itu untuk menghentikan tatapannya padaku.
“aw..sakit tahu. Belum juga aku maafkan kesalahanmu kemarin sekarang kau malah menjitakku. Aku tidak akan memaafkanmu”
“habis kau membuatku khawatir. Semalaman aku menghubungimu tapi kau juga tidak mengangkatnya, lalu pagi ini aku tidak melihatmu dikelas” Lagi-lagi Kyungsoo tidak menjawabku. Kyungsoo hanya diam dan menundukkan kepalanya.
  “apa sesuatu terjadi padamu?”
Tak ada jawaban darinya. Tak lama air mata itu jatuh. Kyungsoo menangis. Aku semakin khawatir saat itu. Aku tahu ini pasti karena kedua orang tuanya. Kyungsoo memang pandai berakting. Dia adalah murid terbaik diklub drama tapi dia tidak pernah bisa berakting dihadapanku. Aku tahu persis saat itu dia sedang mengahadapi masalah. Ayah dan Ibu Kyungsoo sudah memutuskan untuk bercerai. Hubungan mereka memang sudah lama tidak harmonis. Mereka sering bertengkar dirumah bahkan ketika Kyungsoo sedang ada dirumah. Pertengkaran mereka yang membuat Kyungsoo tidak betah dirumah dan selalu datang kerumahku seperti malam itu.
Aku memberikan sapu tanganku untuk menghapus air matanya kala itu. Sore itu untuk pertama kalinya aku melihat Kyungsoo menangis. ‘Semua yang kau hadapi memang sangat berat Kyungsoo’.
“kau adalah aku dan aku adalah kau. Ceritakan semua masalahmu padaku, biar aku hapuskan semua kesedihanmu Kyungsoo. Aku ini jin cantikmu dari lampu ajaib” goda ku saat itu mencoba menghiburnya.
Sebesar apapun usahaku memahaminya saat itu aku tahu tetap saja sakit yang aku rasakan tidak sesakit yang dia rasakan. Aku hanya bisa menemani Kyungsoo saat itu hingga dia merasa baikan.
***
“bagaimana kabarmu?” Kyungsoo menanyakan kabarku. Bukankah seharusnya hal ini yang ditanyakannya padaku sejak pertama kami berjumpa pagi ini, mengapa baru sekarang?ah tak apalah setidaknya dengan begitu aku memiliki alasan untuk mengetahui kabarnya. Hingga hari ini setelah 5 tahun berpisah dengan Kyungsoo aku masih sama seperti dulu. Aku masih sangat gengsi menanyakan kabarnya. Apalagi kami sudah sangat lama tidak bertemu, rasanya sangat sulit memulai percakapan dengannya walau sebenarnya aku sangat merindukannya.
  “hei!bagaimana kabarmu Jihyo?”
“ah iya, kabarku baik bahkan sangat baik. Bagaiman denganmu?”
“kabarku juga baik. Sepertinya kau sudah berubah sekarang”
“maksudmu?”
“kau lebih banyak melamun. Tidak seperti Jihyo yang aku kenal dulu. Kau terlihat kaku dan canggung sekarang. Apa kau tidak senang bertemu denganku?”
Aku juga tidak tahu apa yang terjadi padaku hari ini. Kalau saja aku bisa mengatakan padanya aku sangat menantikan pertemuan hari ini sejak seminggu yang lalu. Bahkan semalam aku tidak bisa tidur hanya karena memikirkan apa yang harus aku tanyakan atau lakukan saat bertemu dengannya. Tapi ya seperti aku bilang, aku masih sama seperti aku yang dulu. Gadis dengan tingkat gengsi sangat tinggi. Gengsi itu juga yang membuatku menyesal dulu. Seminggu sebelum acara kelulusan kami dulu, Kyungsoo mengatakan padaku bahwa setelah lulus dia akan melajutkan sekolahnya di Amerika. Berita itu sungguh membuatku sedih. Saat itu aku tidak mengerti alasan mengapa aku harus bersedih mendengar Kyungsoo akan pergi. Aku pikir mungkin karena aku akan kehilangan sahabat terbaikku atau karena tidak bisa lagi menghabiskan waktu untuk bermain bersamanya. Seminggu terakhir itu kami habiskan dengan penuh suka cita. Aku selalu pulang telat kerumah untuk seminggu itu. Ini memang konyol tapi kami membuat perjanjian untuk menghabiskan sisa waktu kebersamaan kami selama seminggu ini untuk pergi kesemua tempat yang kami suka mulai dari taman bermain, kebun binatang, museum benda bersejarah kesukaanku, sampai menonton drama musikal favoritnya. Semakin mendekati hari kelulusan, mengapa perasaan sedihku semakin besar. Hari-hari yang telah aku habiskan bersamamu tidak cukup menyembuhkan rasa sedih itu. Semua kenanganku bersama Kyungsoo justru semakin membuatku tak rela untuk berpisah dengannya. Satu hari sebelum kelulusan, hari terkahirku bisa bermain dengan Kyungsoo. Aku baru sadar dengan perasaan itu. Alasan mengapa aku merasa begitu sedih harus berpisah dengannya. Setelah melihat senyumnya hari itu, aku sadar bahwa aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaan ini padanya. Bahkan aku sendiri belum yakin sepenuhnya saat itu. Dihari itu aku dan Kyungsoo menghabiskan waktu bermain dirooftop sekolah. Seharian itu aku kumpulkan kekuatanku untuk mengalahkan rasa gengsiku. Aku mengumpulkan keberanianku untuk menjelaskan semua perasaanku padanya, tapi aku tetap tidak bisa mengatakannya. Akhirnya aku hanya bisa menangis setelah Kyungsoo benar-benar pergi. Seharusnya aku ungkapkan semua itu, memintamu untuk tidak pergi meninggalkanku.
Tepat dimusim semi 5 tahun yang lalu kita berpisah dan kembali bertemu dimusim semi tahun ini. Seperti lagu terakhir yang Kyungsoo nyanyikan diacara perpisahan dulu “perasaan ini sungguh berharga”. Saat ini aku dan Kyungsoo sedang berada di rooftop sekolah. Kyungsoo terlihat sedang menikmati semua hal dari rooftop ini yang masih sama seperti dulu. Aku juga menikmatinya, suasana rooftop sekolah dengan semua kenangan kami dulu.
“apa kau masih ingat Jihyo?”
“ingat tentang apa?”
 “satu hari sebelum kelulusan kita dulu”
“oh itu, tentu aku masih mengingatnya. Kita habiskan seharian itu disini bukan?”
“ya. Pohon sakura dibelakang sekolah. Apa kau masih mengingatnya juga?”
Satu kenangan lagi yang tidak akan pernah aku lupakan. Pohon sakura dibelakang sekolah. Hari itu, saat kelulusan, aku melarikan diri dipertengahan penampilan Kyungsoo yang terakhir. Aku melarikan diri karena aku tidak kuat menahan bulir air mataku yang menetes begitu saja mendengar Kyungsoo bernyanyi kala itu. Dibalik pohon sakura itu aku menangis sejadinya. Tidak berapa lama mungkin setelah Kyungsoo selesai dengan penampilannya, dia menghampiriku. Aku kira ini adalah tempat persembunyian terbaikku yang tidak akan ditemukan olehnya, namun benar katanya ‘kau adalah aku dan aku adalah kau’. Kyungsoo tahu segala hal tentangku. Kyungsoo yang melihatku menangis terlihat begitu khawatir dan seperti seorang lelaki dewasa Kyungsoo menggenggam tanganku kuat sedangkan aku yang melihatnya menemukanku justru semakin sulit menghentikan air mataku kala itu. Semua terasa menyedihkan karena aku tidak bisa menjelaskan perasaanku yang sebenarnya. Akhirnya hanya ada salam perpisahan diantara aku dan Kyungsoo kala itu.
“hari itu seharusnya aku mengatakan hal penting yang telah lama aku pendam padamu Jihyo, tapi melihatmu menangis justru membuatku semakin sulit mengatakan itu”
Kyungsoo diam sejenak dan kini dia menatapaku dalam.
“setelah salam perpisahan kita di pohon itu aku menyesal. Kalaupun aku katakan sekarang sepertinya semua sudah sangat terlambat. Seharusnya aku mengatakan perasaanku padamu saat itu, perasaanku kalau aku menyukaimu. Karena ketidakberanianku, semua itu kini menjadi kenangan yang menyakitkan”
Kyungsoo mengapa semua ini baru kau katakan sekarang?mengapa diantara kita tidak ada yang memiliki cukup keberanian mengatakan perasaan kita sebenarnya kala itu?
Kini aku merasa kau sangat benar ‘kau adalah aku dan aku adalah kau’. Kini semua sudah terlambat Kyungsoo karena aku sudah bersama yang lain. Lusa adalah hari pertunanganku dengan Baekhyun. Sejak kau pergi cerita kitapun berakhir ketika semua belum dimulai. Kini foto-foto kebersamaan kita dulu yang tidak bisa menjelaskan status kita menjadi tumpukan cerita memilukan, karena kata-kata yang tidak bisa kita ungkapkan.
“maafkan aku Jihyo. Sekali lagi dimusim panas aku harus mengatakan selamat tinggal padamu. Semoga hidupmu bahagia”
“selamat tinggal Kyungsoo. Semoga kau juga bahagia”
Kyungsoo memelukku untuk yang terakhir kalinya. Esok dia harus kembali ke Amerika  karena masa liburannya sudah berakhir dan aku juga harus kembali menjalani kehidupanku. Aku harus mengubur kembali semua kenanganku bersama Kyungsoo. Sudah cukup sehari ini mengenang semua itu bersamanya. Kini aku sudah siap memulai kehidupan baruku bersama Baekhyun. Musim panas selalu menjadi saksi perpisahanku dengan Kyungsoo.
THE END


BREATH - D.O EXO FANFICTION

BREATH
Semua ini terlalu berat
Tapi aku merasa jahat jika terus mempertahankanmu
Tapi membiarkanmu pergi hanya meninggalkan penyesalan
Nafas berat mewakili perasaan ini
Malam ini langit begitu gelap dan udara begitu dingin. Hyu jin yang lelah setelah bekerja sepanjang hari merebahkan tubuhnya pada sebuah sofa lembut di ruang tamu rumahnya. Rasa lelah yang menghampiri tubuhnya tak seberat lelah di hati Hyu jin saat ini. Hari ini tepat setahun yang lalu ia berpisah dengan Kyungsoo. Selama itu juga ia memendam rasa rindunya. Ditengah suasana hening yang tercipta karena Hyu jin tak sedikitpun bergeming dari tempatnya terdengar suara dering telpon genggamnya. Tertulis nama Kyungsoo dilayarnya.
“apa yang bisa kulakukan saat ini?” pertanyaan ini yang terus berputar dipikiran Hyu jin saat ini. Hyu jin hanya duduk menggenggam hatinya yang berdebar karena semua ini sungguh mengejutkan untuknya. “kau..mengapa begitu lama baru menghubungiku?” pertanyaan lain yang sangat ingin Hyu jin tanyakan saat ini, namun tak sanggup ia katakan.
Other place (Kyungsoo’s POV)
“ini aku..sudah lama bukan?maaf..” satu kalimat yang sangat ingin aku katakan tapi terasa sangat berat. Bahkan ketika aku sangat merindukanmu aku tak mampu mengatakannya. Malam ini tepat setahun yang lalu kita memutuskan untuk berpisah. Kau tahu setelah malam itu aku sangat terluka, aku tak bisa lagi hidup dengan benar. Aku terus menahan rasa rindu ku. Sekuat apapun aku menahannya tetap saja terasa sakit setiap kali aku mengingat kenangan kita dulu. Akhirnya malam ini aku putuskan untuk menghubungimu.
Kau tahu..setelah sekian lama tak menghubungimu dan kini ku beranikan diri menghubungimu tapi tak ada kata yang bisa ku katakan. Aku tak punya cukup tenaga untuk mengatakan semuanya. Untuk menceritakan begitu banyak hal yang terjadi. Untuk memberitahukan bahwa hidupku berjalan sangat sulit setelah kau pergi. Aku ingin memberitahumu seandainya aku bisa aku ingin menahanmu pergi, tapi aku merasa jahat jika harus menahanmu. Walaupun setelah melepasmu pergi hanya penyesalan yang tertinggal.
Ditempat lain Hyu jin memberanikan dirinya untuk mengangkat panggilan dari Kyungsoo. Sebenarnya sangat banyak yang ingin Hyu jin katakan. Banyak hal yang ingin ia ceritakan tapi Hyu jin hanya terdiam menunggu datangnya suara Kyungsoo. “huft..” hanya suara helaan nafas berat Kyungsoo yang terdengar.
 “apa kau mengelami banyak kesulitan?dimana kau sekarang?” pertanyaan yang sangat ingin Hyu jin tanyakan, namun sebelum semua itu terucap air matanya terlebih dahulu mengalir. Seketika itu juga semua kenangan Hyu jin bersama Kyungsoo setahun silam melintas dipikiran Hyu jin. Saat ini Hyu jin hanya mampu menahan isak tangisnya.
Flash back on
“Yak!! Kyungsoo! sudah kubilang berkali-kali aku benci menunggumu yang selalu saja datang terlambat” omel Hyu jin pada Kyungsoo yang selalu saja datang terlambat setiap kali mereka janji pergi bersama. “maaf kan aku, ini untuk mu” ujar Kyungsoo sambil mengulurkan winter rose yang ia beli dalam perjalan ke tempat Hyu Jin. “tidak lagi, aku benar-benar marah kali ini..kau tidak bisa menyogokku dengan seikat winter rose itu..”, Kyungsoo memasang muka menyesal dengan terus meminta maaf pada Hyu jin. “huft..baiklah...salahku yang selalu luluh jika melihat bunga kesukaanku, kali ini aku memaafkanmu, lain kali kau harus tepat waktu kalau tidak tanggung sendiri akibatnya” Hyu jin mengambil seikat winter rose itu  ditangan Kyungsoo. “siap, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi nona Hyu jin!” Kyungsoo mengucapkannya dengan lantang layaknya seorang prajurit. “ayo kita segera pergi sebelum filmnya dimulai” ajak Kyungsoo
Hyu jin dan Kyungsoo sudah bersama sejak mereka lulus sekolah menengah, menjadi teman sekelas selama berada di sekolah menengah membuat hubungan mereka semakin dekat. Hyu jin selalu senang berada di dekat Kyungsoo, begitupun dengan Kyungsoo. Banyak hal yang mereka lewati bersama. Hampir seluruh sifat dan kebiasaan baik ataupun buruk Kyungsoo diketahui Hyu jin dan dengan senang hati dapat diterimanya. Kyungsoo yang lelet dan membuatnya selalu terlambat datang, Kyungsoo yang sulit dibangunkan dipagi hari, Kyungsoo yang sering membuat Hyu jin kesal karena melupakan hari ulang tahunnya dan Kyungsoo yang selalu menemukan cara meluluhkan hatinya disaat ia marah. Bagaimanapun Kyungsoo, Hyu jin tetap mencintainya.
Falsh back off
“hyu jin..hanya helaan nafas ini yang bisa mewakili perasaanku saat ini..” ujar Kyungsoo dalam benaknya.
Nafas ini, membuka mata ini setiap hari
Sulit untuk sekedar melewati hari demi hari
Aku bahkan tidak bisa mengatakan padamu
Melewati semua ini lebih menyakitkan dari semua rasa sakit
Mengingat kau akan khawatir
Seperti orang bodoh kubiarkan nafas berat ini mewakili
Hyu jin’s POV
“Kyungsoo..” ku beranikan memulai pembicaraan, walau hanya sekedar mengucapkan namanya aku sudah tak mampu menahan air mata ini. sekuat tenaga aku mencoba menahannya karena aku tahu ini hanya akan membuatmu khawatir.
“Hyu jin..bagaimana kabar mu?” mendengar suaramu setelah sangat lama merindukanmu membuatku tak tahu harus melakukan apa. Kau menanyakan kabar ku dan aku jawab aku baik-baik saja. Seandainya kau tahu, semua ini sangat menyakitkan. Semua terasa sulit setelah kau pergi.
Ditempat lain Kyungsoo terlihat menahan nafasnya yang bergetar mendengar Hyu jin memanggil namanya. Kyungsoo memberanikan diri untuk menanyakan kabar Hyu jin saat ini. “aku baik” syukurlah kalau kau baik ujar Kyungsoo dalam benaknya. “bagaimana dengan mu?” Hyu jin berbalik menanyakan kabar Kyungsoo. “aku juga baik..” ujar Kyungsoo dengan tangan yang bergetar sedari ia mendengar suara Hyu jin. Seandainya Hyu jin dapat melihat keadaan Kyungsoo saat ini, ia terlihat sangat berantakan karena menahan semua kata yang ingin dikatakannya. “Hyu jin..sangat banyak yang ingin aku katakan, sejujurnya aku sangat menderita dan terluka” kata-kata yang tertahan dalam bibir Kyungsoo dan sangat ingin ia ucapkan namun tak sanggup ia katakan. “huft..” akhirnya sekali lagi hanya helaan nafas beratnya yang dapat mewakili perasaan Kyungsoo yang sebenarnya.
Falsh back on
Hari ini adalah hari ulang tahun Hyu jin. Kyungsoo sudah menyiapkan kado istimewa untuk Hyu jin. Ia membuat nama Hyu jin dengan ratusan kuntum winter rose tepat dihalaman rumah Hyu jin. Ini sudah masuk musim dingin dan sangat sulit mencari bunga kesukaan Hyu jin yang banyak tumbuh hanya di musim panas. Pukul 04.00 yang ditunjukkan jarum pada jam tangan yang Kyungsoo kenakan. Sepagi ini ia sudah berkutat dengan ratusan kuntum bunga ini ditengah udara dingin yang menusuk hingga ketulang. Kyungsoo ingin Hyu jin dapat melihat kado istimewanya ini tepat disaat Hyu jin terbangun dari tidurnya di pagi hari ini. Jarum di jam tangan Kyungsoo terus berputar dan perlahan matahari menampakkan sinarnya. Tepat pukul 06.45 Hyu jin terbangun, seperti hari-hari biasanya Hyu jin segera membuka jendela kamarnya yang tepat menghadap halaman rumahnya dimana kado istimewa untuknya dan Kyungsoo berada. Hyu jin sangat terkejut seketika ia melihat Kyungsoo yang berdiri disebelah ratusan winter rose yang membentuk namanya dengan wajah yang tersenyum bangga.
“Selamat ulang tahun Hyu jin..kali ini aku mengingat hari ulang tahunmu!” Kyungsoo yang berteriak penuh semangat dari bawah sana. Hyu jin yang mendengarnya dari jendela kamarnya merasa malu karena  Kyungsoo berteriak-teriak di pagi buta, “bagaimana kalau dimarahi tetangga” pikir Hyu jin. Walaupun begitu Hyu jin merasa sangat senang melihat kado istimewa yang diberikan Kyungsoo untuknya. Hyu jin segera keluar dari kamarnya dan turun menghampiri Kyungsoo.
“dasar bodoh, bagaimana kalau ada tetangga yang terganggu dan melemparmu dengan sepatu?hah?” ujar Hyu jin sambil melayangkan sebuah pukulan tepat diatas kepala Kyungsoo. “aw..sakit tahu, kau ini..aku kan sudah susah payah menyiapkan ini semua malah kau marahi..” Kyungsoo mengusap-usap kepalanya yang dipukul Hyu jin. “maaf..habis kau mengagetkanku, sangat luar biasa kau mengingat hari ulang tahunku..kemarin-kemarin harus aku yang mengingatkannya” ujar Hyu jin. “terimakasih untuk kadonya, aku sangat-sangat menyukainya” lanjutnya
Flash back off
Air mataku turun semakin deras membuatku semakin keras menahan isak tangisku. Kyungsoo..apa kau benar baik-baik saja?mengapa nafas beratmu seolah mengatakan padaku kau sangat menderita. Apa kau sama sepertiku mengatakan bahwa kau baik-baik saja hanya untuk menghiburku, menghibur hati kita yang sebenarnya terluka. Ketika air mata ini mengalir semua kenangan kembali teringat dan aku tetap tak tahu harus berbuat apa.
Semua terlalu menyakitkan
Karena kita berjanji untuk saling melepas pergi
Ketika aku yang selalu saja memikirkanmu
Ketika semua semakin menyakitkan
Tolong izinkanlah aku
Setidaknya mendengar hembusan nafasmu
Suasana kembali hening, Kyungsoo dan Hyu jin hanya terdiam dengan telpon genggam yang masih menempel ditelinga mereka. Sedangkan pikiran mereka sedang melayang bersama kenangan mereka dulu disaat masih bersama.
Kyungsoo’s POV
Hyu jin..maafkan aku yang selalu mengecewakanmu. Aku tak pernah bisa menjadi seseorang yang kau inginkan. Aku yang selalu membiarkanmu menungguku. Bagaimanapun jahatnya aku yang melupakan hari ulang tahunmu atau hari penting kita dan selama apapun aku membuatmu menunggu, kau tetap ada disampingku. Tapi malam itu aku sungguh merasa sangat jahat bila aku terus mempertahankanmu untuk tetap berada di sampingku.
Flash back on
“maaf kan aku Hyu jin, aku benar-benar lupa hari ini kita punya janji bertemu, saat ini aku sedang terburu-buru karena masih ada rapat yang harus ku hadiri, sekali lagi maafkan aku..” ujar Kyungsoo, Hyu jin yang mendengar permohonan maaf Kyungsoo dari balik telpon genggamnya hanya dapat menahan rasa kecewa. “baiklah..” jawab Hyu jin yang dengan segera mematikan telpon genggamnya. Malam itu Hyu jin seharusnya pergi makan malam bersama dengan Kyungsoo untuk merayakan hari jadi mereka, namun Kyungsoo justru lupa akan janji mereka. Hyu jin hanya dapat memaklumi Kyungsoo dengan kesibukkannya saat ini walaupun Hyu jin sangat kecewa.
Sudah hampir seminggu setelah Kyungsoo membatalkan janji makan malamnya dengan Hyu jin, ia belum sekalipun menghubungi Hyu jin karena kesibukannya saat ini. selama seminggu itu pula Hyu jin masih sering mengirimi Kyungsoo pesan singkat sekedar menanyakan kabarnya atau mengingatkannya untuk tetap menjaga kesehatannya. Namun tak pernah ada balasan dari Kyungsoo sekalipun.
Hari terus berlalu menjadi minggu, dan minggu menjadi bulan. Malam ini tepat sebulan setelah kejadian malam itu. Kemarin untuk pertama kalinya Hyu jin kembali mencoba menghubungi Kyungsoo. Hyu jin memberanikan diri mengirimi Kyungsoo pesan untuk menemuinya malam ini di taman dekat rumah Hyu jin. Kali ini Hyu jin sudah merasa lelah untuk terus menunggu Kyungsoo menghubunginya.
To : Kyungsoo
Kyungsoo, bisakah kita bertemu?
Aku sangat merindukanmu, aku tunggu kau di taman dekat rumahku besok malam
Sampai berjumpa disana, aku sangat merindukanmu
Walau tak ada balasan dari Kyungsoo, Hyu jin tetap pergi ke taman malam ini untuk menunggu Kyungsoo. Berharap Kyungsoo hadir malam ini. saat ini tepat pukul 7 malam, Hyu jin sudah berada duduk manis di sebuah bangku taman, menanti kehadiran Kyungsoo. Berkali-kali Hyu jin melihat jarum pada jam tangannya dan sudah berkali-kali juga Hyu jin melihat layar telpon genggamnya berharap Kyungsoo menghubunginya. Sudah pukul 9 malam, berarti sudah 2 jam lamanya Hyu jin menanti kehadiran Kyungsoo namun tak ada sedikitpun tanda kehadiran Kyungsoo. Hyu jin masih setia menunggu Kyungsoo, ia berjanji akan terus menunggu Kyungsoo ditaman. Rasa rindu Hyu jin lebih dari rasa lelahnya menunggu kehadiran Kyungsoo saat ini.
Dilain tempat Kyungsoo yang masih berkutat dengan pekerjaannya tak tahu sedikitpun bahwa jauh dari tempatnya sekarang Hyu jin sedang menunggu kehadirannya. Sudah hampir pukul 10 malam, Kyungsoo memutuskan untuk menyudahi pekerjaannya hari ini. Ditengah perjalanan Kyungsoo menuju mobil yang diparkirkannya dibassement kantonya, Kyungsoo menyempatkan membuka telpon genggamnya. Benda yang sudah sebulan ini tidak diliriknya sedikitpun karena pekerjaan yang sangat menyita waktunya. Sebanyak 24 pesan dan 15 panggilan tak terjawab dari Hyu jin tertera pada layar telpon genggamnya. Pesan terakhir yang dikirimkan Hyu jin segera dibacanya, sesegera itu juga Kyungsoo mengemudikan mobilnya menuju tempat Hyu jin berada saat ini.
“kau bodoh Kyungsoo..mengapa kau bisa melupakan gadis yang kau cintai hanya karena tumpukan pekerjaan itu?mengapa kau bisa sebodoh ini membiarkan Hyu jin terus menunggu mu..” batin Kyungsoo
Kyungsoo memang seorang pekerja keras dan Hyu jin sangat paham dengan sifat Kyungsoo yang satu ini. Bukan kali ini saja, Hyu jin sudah sangat sering mengalah untuk dijadikan hal nomor kesekian ketika Kyungsoo sedang asik dengan yang ia kerjakan. Tapi kali ini sudah sangat kelewat batas. Kyungsoo merasa sangat buruk dengan apa yang ia lakukan. Saat ini pukul 11 malam Kyungsoo akhirnya sampai ditaman, ia segera berlari mencari keberadaan Hyu jin. Tak lama ia menemukan Hyu jin yang masih setia menantinya duduk dibangku taman tepat didepan air mancur yang berada dipusat taman ini. Hyu jin terlihat begitu kelelahan, Kyungsoo sudah mengira Hyu jin pasti akan tetap menunggunya walaupun malam sudah selarut ini. Kyungsoo menghampiri Hyu jin yang duduk sembari menundukkkan kepalanya.
“Kau..mengapa kau masih disini menungguku?” tanya Kyungsoo yang menyadarkan Hyu jin dari rasa kantuknya karena sudah 4 jam ia menunggu Kyungsoo di taman ini. Hyu jin dengan segera bangun dari bangku yang didudukinya dan memeluk Kyungsoo lekat. “kau bodoh!apa kau tidak tahu aku sangat merindukanmu?mengapa kau tak pernah menghubungiku atau sekedar membalas pesanku?”perlahan Hyu jin mulai menitikan air matanya. Kyungsoo mendekap Hyu jin lebih erat. “maafkan aku menjadi orang yang bodoh untukmu, aku yang tak pernah bisa menepati janjiku padamu, aku yang selalu melupakanmu, dan aku yang selalu membuatmu menungguku..”
“tak masalah bagiku untuk menunggumu, selama apapun itu..karena aku tahu kau pasti datang” ujar Hyu jin menyela perkataan Kyungsoo
Hyu jin masih belum melepaskan pelukan Kyungsoo, “Hyu jin..mungkin ini terakhir kalinya aku membuatmu menunggu, aku harap setelah ini kau jangan sekalipun menunggu ku..dan mungkin ini terakhir kalinya kita bertemu” Hyu jin yang terkejut mendengar ucapan Kyungsoo segera melepaskan pelukannya. “besok aku harus pergi keluar negeri untuk mengurus pekerjaanku, aku tak tahu kapan akan kembali lagi..jangan menungguku lagi seperti ini, oke?”
“tidak mau, aku akan tetap menunggumu..selama apapun kau pergi, aku akan tetap menunggumu disini” Hyu jin kembali menitikan air matanya
“ku mohon kau mengerti, aku tak ingin menjadi orang bodoh lagi yang membiarkan gadis yang ia cintai menunggunya tanpa tahu kapan akan kembali..” Kyungsoo menghapus air mata di pipi Hyu jin. Akhirnya dengan berat hati Hyu jin dapat menerima kenyataan ini, kenyataan bahwa malam ini adalah malam terakhir ia dapat bertemu dengan Kyungsoo. Malam ini Kyungsoo dan Hyu jin saling berjanji untuk melepas pergi satu sama lain dan berjanji akan tetap menjalani hidup mereka dengan baik walaupun mereka tak lagi bersama.       
Flash back off
Hyu jin..memikirkan kau yang selalu setia menungguku hanya membuatku semakin merasa khawatir dan bersalah. Aku yang khawatir tak dapat kembali untukmu, aku yang khawatir pada akhirnya aku hanya akan mengecewakanmu. Tapi kini ketika aku mengingat masa lalu. Mengingat semua kenangan kita dimana kita begitu bahagia terlintas dalam benakku seharusnya kita tidak berpisah. Bagiku semua ini terasa sangat menyakitkan ketika aku selalu saja memikirkanmu walaupun aku tahu kau tidak lagi menungguku. Terasa begitu menyedihkan ketika aku ingat janji kita untuk tetap hidup dengan baik walau sudah tak lagi bersama karena nyatanya kini aku lagi-lagi tak bisa menepati janjiku padamu. Aku tak bisa hidup dengan baik setelah kau pergi. Dan untuk kesekian kalinya, seperti orang bodoh aku hanya bisa membiarkan helaan nafas berat ku ini mewakili perasaanku.
END





- FOOLISH - CHEN EXO FANFICTION

FOOLISH
‘aku seperti orang bodoh yang selalu menunggu mu, walau aku tahu kau takkan pernah kembali. Ini merupakan tahun ke-3 aku menjalani hari-hariku sendiri setelah kau pergi. Apa kabar mu disana?apa kau bahagia disana?’
Rumah ini selalu terlihat sepi. Sunny sang pemilik memang sangat sibuk, lebih tepatnya menyibukkan dirinya, sehingga ia jarang terlihat berada di rumah. Setiap hari dipagi buta Sunny sudah pergi untuk bekerja dan akan pulang larut malam. Hari libur Sunny akan lebih memilih pulang ke rumah kedua orang tuanya dibandingkan berdiam diri dirumah. Sunny adalah wanita berusia 27 tahun, pekerja keras, dan benci kesunyian.
“aku tahu ibu..sabtu nanti selesai bekerja aku segera pulang ke rumah, oke?”
“kau ini!!sampai kapan kau terus bermanja-manja dengan ibumu dimalam minggu, disaat wanita lain bersenang-senang dengan kekasihnya?”
“aku bukan remaja lagi ibu. Aku sudah tidak pantas berkencan dimalam minggu...”   
***
6 tahun yang lalu
Taman belakang rumah Sunny terlihat begitu indah hari ini. Semua sudut dihiasi mawar putih dan tepat ditengah taman ini terdapat sebuah  panggung kecil yang begitu indah dikelilingi mawar putih dengan karpet merah yang menjulur dari pintu masuk taman. Taman belakang rumah Sunny juga dipenuhi keluarga dan para kolega Sunny. Semua orang terlihat bahagia dengan dibalut jas atau gaun berwarna putih. Tak terkecuali Sunny, jelas saja hari ini adalah hari istimewanya. Hari ini adalah hari pernikahannya. Setelah 1 tahun menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, akhirnya seminggu yang lalu Chen melamar Sunny tepat dihari ulang tahunnya.
Chen adalah lelaki asal negeri tirai bambu, Cina. Sunny sebenarnya sudah mengenal Chen sejak mereka berada dalam kelas yang sama semasa kuliah. Sunny memang gadis yang cerdas, saat kuliah ia mendapat beasiswa untuk bersekolah disalah satu universitas ternama di Cina. Sunny dan Chen menjadi teman sekelas hingga mereka lulus kuliah, bahkan mereka adalah teman dekat. Sunny yang tinggal seorang diri di Cina hanya mempunyai Chen sebagai teman yang dapat selalu ia andalkan. Begitupula dengan Chen yang selalu ingin melindungi Sunny. Sifat Sunny yang selalu ceria, cerdas, dan mandiri membuat Chen jatuh hati padanya. Selama 5 tahun mereka duduk dibangku kuliah, selama itu jugalah Chen menyukai Sunny secara diam. Chen tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya, walaupun Sunny juga memiliki perasaan yang sama. Sunny sudah sering kali mengatakan bahwa dirinya menyukai Chen, namun Chen  tak pernah memiliki cukup keberanian untuk mengatakan bahwa ia juga menyukai Sunny karena menyangka perasaan Sunny hanyalah rasa kagum atau sayang pada seorang sahabat.
“besok setelah acara wisuda selesai aku segera kembali ke Seoul” ujar Sunny
“mengapa begitu cepat?bukannkah kau ingin berkarir dan tinggal disini?” Chen yang terkejut dengan perkataan Sunny. Selama ini Sunny selalu bilang kalau ia jatuh cinta dengan keindahan Cina, ia sangat ingin bisa tinggal disana.
“ya benar, tapi keadaan Ayah semakin memburuk. Aku harus segera pulang untuk menjaga Ayah. Ibu pasti lelah menjaga Ayah seorang diri. Kau kan tahu aku ini anak tunggal jadi hanya aku yang dapat mereka andalkan” perjelas Sunny
5 bulan kemuian
“halo..ini siapa?”
“halo..ini aku Chen. Apa kau sedang sibuk?aku ada di Seoul, bisakah kita bertemu?”
“ah Chen?aku sedang tidak sibuk. Baiklah kita bertemu ditaman kota Seoul, aku segera kesana”
[taman]
“wow..baru 5 bulan aku tidak berjumpa denganmu dan sekarang kau sudah sangat berubah. Kau semakin cantik Sunny”
“kau selalu saja sama. Chen yang selalu saja bisa membuatku tersipu malu hahaha. Kau sedang apa di Seoul?apa kau datang karena merindukanku?” selidik Sunny dengan memasang wajah usilnya
“karena aku mulai hari ini bekerja disini dan juga karena disinilah cinta pertamaku tinggal” Chen menatap Sunny dalam.
“maksudmu?”
“ya, aku kesini untuk bertemu kembali dengan cinta pertamaku. Ternyata sangat menyedihkan hidupku setelah gadis itu pergi”
Sunny menatap Chen penuh kebingungan. Chen memang sempat bercerita tentang cinta pertamanya, namun Sunny tidak pernah tahu kalau gadis ‘cinta pertama’ Chen juga berasal dari daerah yang sama dengannya.
“ah jadi gadis itu juga orang Seoul, mengapa kau tidak pernah menceritakanku tentang hal ini. siapa tahu ia adalah teman satu sekolahku atau bisa saja ia itu tetanggaku” ujar Sunny
 “aish..gadis ‘cinta pertama’ ku itu kau Sunny!mengapa kau mengira ia adalah gadis lain” jawab Chen kesal.
“gadis yang bisa membuatku selalu tertawa dan juga bisa membuatku menangis ketika melihatnya sakit itu hanya kau. Kau adalah gadis ‘cinta pertama’ ku. aku yang bodoh dan pengecut karena tidak pernah berani mengungkapkan perasaanku. Setelah kau pergi saat itu, aku menyesal tidak menahanmu untuk sekedar mengungkapkan perasaanku ini, bahkan setelah 5 bulan kau pergi aku baru berani mengungkapkan ini “
Sunny hanya terdiam mendengar semua pengakuan Chen. Ia tidak pernah menyangka saat ini akan terjadi. Saat itu ketika Sunny mengatakan akan kembali ke Seoul sebenarnya Sunny sangat berharap Chen akan menahannya dan mengatakan bahwa ia menyukai Sunny. Sunny yang selalu yakin bahwa Chen menyukai dirinya sama seperti dirinya menyukai Chen runtuh begitu saja ketika Chen tak sedikitpun menahannya pergi kala itu.  Sejak hari itu hubungan mereka bukan lagi sepasang sahabat tetapi menjadi sapasang kekasih.
Pesta pernikahan yang sangat indah. Sunny dan Chen menjadi pasangan pengantin yang sangat bahagia. Seluruh keluarga dan tamu undangan juga sangat menikmati pesta hari itu. Setelah hari itu kebahagiaan mereka sebagai pasangan suami istri bahkan dapat membuat siapapun yang mengenal meraka merasa iri. Pasangan yang sangat serasi dan romantis. Sunny memutuskan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga seutuhnya dan meninggalkan pekerjaannya. Setiap hari Sunny dan Chen menghabiskan waktu mereka dengan bahagia. Walaupun kehidupan mereka sama seperti pasangan suami istri kebanyakan, namun terlihat berbeda karena cinta yang terpancar dari kedua mata mereka ketika menatap satu sama lain. Setahun pertama pernikahan mereka dipenuhi kebahagiaan mereka berdua. Memasak bersama, berbelanja bersama, dan menghabiskan waktu luang mereka bersama. Tepat diawal tahun kedua pernikahan mereka kabar gembira mengahampiri kedua pasangan ini. Sunny hamil. Mereka akan segera menjadi sepasang Ayah dan Ibu.
“sayang, kau harus menjaga kesehatanmu. Ingat sekarang kau makan bukan hanya untuk dirimu tetapi juga untuk calon anak kita yang ada dalam perutmu”
“tentu sayang, aku pasti akan menjaga bayi ku ini dengan sekuat tenagaku. Oya..besok aku ingin mengunjungi rumah Yuri ”
“tapi besok aku bekerja, aku tidak bisa mengantarkanmu. Bagaimana kalau hari minggu saja kita pergi bersama?”
“tenang saja besok aku bisa pergi sendiri, lagipula rumah Yuri tak jauh dari rumah Ibu. Aku juga sudah bilang pada Ibu kalau besok sepulang dari rumah Yuri aku akan mengunjunginya”
“sudahlah hari minggu saja, aku khawatir kau akan kelelahan”
“tidak akan, aku kuat sayang”
Keesokan hari
Sunny terlihat sangat bahagia. Hari ini ia mengunjungi Yuri untuk melihat anak pertama Yuri. Sepulang dari rumah Yuri, tak sedetikpun Sunny menghilangkan senyum diwajahnya. Sunny membayangkan anaknya nanti pasti akan secantik anak Yuri atau bahkan lebih cantik. Ya terkahir kali ia memeriksakan kandungannya dokter mengatakan bahwa anak yang tengah dikandungnya berjenis kelamin perempuan. Rasa bahagia yang luar biasa karena kurang lebih 3 bulan lagi hari-harinya akan dihiasi oleh tangisan dan tawa putri kecilnya dengan Chen. Ditengah perjalanan menuju rumah ibunya, Sunny menyempatkan untuk menghubungi Chen sekedar mengingatkannya untuk makan siang, namun tak ada jawaban dari Chen. Mungkin Chen sedang sibuk pikirnya. Sedikit lagi sampai dirumah ibunya, tepat diseberang jalan ini. Sunny yang masih asik dengan lamunan tentang bayinya tak menyadari bahwa rambu untuk pejalan kaki sudah beralih menjadi warna hijau. Sunny segera menyeberang sebelum rambu itu kembali menjadi merah. Jalanan siang ini tak begitu ramai namun dari kejauhan tiba-tiba terlihat sebuah motor yang melaju sangat kencang. Tepat disaat Sunny menyadari ada yang salah dengan pengendara motor tersebut, tepat disaat itu pula motor tersebut menghantam tubuh Sunny dan membuatnya terpental jauh ke tepi jalan. Sesaat kemudian Sunny sudah dikerumuni orang-orang yang melihat kejadian itu. Sunny tak sadarkan diri. Dilain tempat setelah selesai dari rapatnya Chen segera melihat telepon genggamnya. Entah mengapa ia merasa sangat khawatir dengan keadaan Sunny. Sebuah pesan dan panggilan tak terjawab terpampang dilayar telepon genggamnya. Pesan dan panggilan dari Sunny. Chen segera menghubungi Sunny namun tak ada jawaban. Chen kemudian menghubungi Yuri dan Ibu Sunny.
“halo, ibu ini aku Chen. Apakah Sunny sudah sampai dirumah?”
“halo, belum Chen. Ibu juga bingung mengapa Sunny lama sekali sampai, padahal ini sudah satu jam setelah Sunny menghubungi ibu kalau ia sudah hampir sampai. Ibu hubungi telepon genggamnya juga tak ada jawaban”
“aku juga sudah menghubungi Yuri, ia bilang Sunny sudah pulang sekitar 2 jam yang lalu. Aku sudah mencoba menghubunginya tapi tak ada jawaban darinya”. Ditengah percakapan Chen dengan Ibu Sunny, seorang karyawan masuk kedalam ruangan Chen.
“bu nanti aku hubungi lagi yah, ada karyawanku yang datang. Kalau Sunny sudah sampai tolong suruh ia menghubungiku bu”
“baiklah, kau jangan khawatir mungkin Sunny sedang mampir ke toko bunga. Kau kan tahu istrimu itu penggila mawar putih”
“iya bu”
Karyawan yang masuk kedalam ruangan Chen barusan terlihat begitu cemas. Tanganya yang menggenggam gagang telepon wireless itu terlihat gemetar.
“tuan..maaf, baru saja aku mendapat kabar dari rumah sakit kalau istri anda mengalami kecelakaan. Istri anda belum juga sadarkan diri”
Chen dengan hati yang sangat cemas dan tubuh yang gemetar setelah mendengar kabar tersebut bergegas ke rumah sakit. Chen menghubungi Ibu Sunny ditengah perjalannya ke rumah sakit. Sesampainya dirumah sakit Chen segera menuju ruang UGD tempat Sunny berada. Tepat disaat Chen sampai, dokter yang menangani Sunny keluar dari ruangan tersebut.
“dokter bagaimana keadaan istri saya?”
“istri anda tidak mengalami cidera serius, namun sayang benturan yang keras diperutnya membuat bayi yang dikandungnya tidak dapat diselamatkan. Maaf tuan.” Jelas dokter
Berita tersebut jelas membuat Chen sangat terpukul. Baru saja Chen membayangkan senangnya menjadi seorang Ayah namun karena kecelakaan ini ia harus kehilangan calon bayinya. Chen merasa bersalah karena membiarkan Sunny pergi seorang diri hari ini. Terlihat Ibu Sunny yang berjalan tergesa-gesa dari ujung lorong. Ibu Sunny sangat khawatir mendengar kabar ini ditambah lagi melihat raut wajah Chen saat ini, pasti terjadi sesuatu pada putri kesayangannya.
“Chen apa yang terjadi?bagaimana keadaan Sunny?” tanya Ibu Sunny yang mulai menangis
“ibu..Sunny tidak mengalami cidera serius, tapi bayinya bu..dokter tidak bisa menyelamatkan bayinya. Bagaimana aku harus mengatakan ini pada Sunny bu?aku tidak tahu harus berkata apa..”
Siang itu langit menjadi mendung setelah berita tentang angan-angan bayi cantik Sunny dan Chen harus pupus begitu saja. Tak berapa lama hujan membasahi kota Seoul. Hujan yang tidak begitu lebat namun memilukan seakan malaikat di langit menyambut kedatangan bayi mereka dan alam yang  turut berduka atas kesedihan kedua pasangan ini. Sunny siuman saat hujan baru saja berhenti. Ketika itu Chen yang lelah menunggu Sunny sedang tertidur dibangku yang berada disamping ranjang Sunny. wajahnya terlihat sangat lelah dan matanya begitu sembab karena cukup lama menangis. Sunny yang melihat suaminya tertidur tak berani membangunkannya. Tak berapa lama Ibu Sunny datang membawakan sebuket bunga mawar putih kesukaan putrinya. Sunny segera memberikan isyarat kepada ibunya untuk tidak berisik karena khawatir Chen akan terbangun dari tidurnya, namun gerakan tangan Sunny justru tanpa sengaja mengenai Chen sehingga ia terbangun dari tidurnya. Rasa senang kini menyelimuti hati Chen ketika melihat istrinya sudah siuman, walaupun rasa sedih itu tetap mengiringi hatinya.
“Sayang kau sudah siuman, apa kau lapar atau haus?biar aku ambilkan”
“ya, aku sangat haus. Aku seperti habis berlari seribu kilometer jauhnya haha”
‘bagaimana aku harus mengatakannya?aku tidak akan sanggup melihatnya menangis’ kata-kata ini yang sedari tadi berputar dalam pikiran Chen. Hari sudah menjelang malam ketika dokter yang menangani Sunny masuk kedalam kamarnya untuk memeriksa keadaan Sunny setelah siuman. Senyuman diwajah Sunny segera menghilang dan berganti dengan isak tangis yang sangat menyedihkan setelah dokter mengatakan kabar itu saat memeriksa keadaan Suny malam ini. Keadaan Sunny baik bahkan esok hari ia sudah diijinkan untuk pulang kerumah namun kabar buruk tentang bayi yang dikandungnya menjadi panah beracun bagi Sunny. sepanjang malam Sunny hanya dapat menangisi kepergian bayinya. Chen hanya dapat menenangkan Sunny dengan mengatakan bayinya sudah bahagia di surga. Chen sendiri masih belum bisa menenerima kabar buruk ini, walau ia sudah bisa menenangkan dirinya.
Hari berganti menjadi minggu dan minggu berganti menjadi bulan. Sudah 3 bulan yang lalu kejadian itu berlalu namun masih menyisakkan luka dihati kedua pasangan ini terutama Sunny. Walaupun terlihat sangat baik namun Sunny tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya ketika melihat bayi perempuan, bahkan terkadang Sunny meneteskan air matanya. ‘Kesedihan dimasa lalu biarlah berlalu kini saatnya memulai hidup yang baru’, begitulah yang sering Chen katakan untuk menguatkan hati istrinya. Chen dengan sekuat tenaganya berusaha membawa Sunny dari kesedihannya. Chen selalu berada didekat Sunny setelah ia keluar dari rumah sakit. Bulan pertama terasa sangat berat bagi Chen karena harus melihat istrinya yang masih sering menangis bahkan didalam tidurnya. Berbagai usaha Chen lakukan untuk membuat Sunny kembali ceria. Buku adalah tempat Chen mengadu disaat ia merasa sangat lelah. Ia menuliskan semua rasa lelahnya dalam sebuah buku. Ia menceritakan kesedihannya dan kesedihan Sunny ketika harus kehilangan harapan mereka menjadi seorang ayah dan ibu. Bulan kedua Sunny sudah dapat menjalani harinya seperti biasa, walaupun seringkali Chen masih dibuat khawatir disaat Sunny tidak ada dirumah sepulang Chen bekerja. Sunny masih sering mengunjungi pemakaman tempat bayinya disemayamkan.
Bulan ketiga hidup mereka sudah kembali seperti biasanya. Chen kembali disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk setelah 2 bulan ditangguhkan karena harus menjaga Sunny. Sedangkan Sunny kini senang merawat bunga-bunga dipekarangan rumahnya. Sebulan yang lalu Chen membuatkan sebuah rumah kaca dihalaman belakang rumahnya. Ini merupakan saran dari salah seorang psikiater teman Chen. Perasaan sedih Sunny perlahan dapat hilang dengan mengalihkan pikirannya pada hal yang disukainya. Mawar putih, itulah yang terpikir dalam benak Chen ketika itu sehingga ia membuatkan rumah kaca berisi mawar putih kesukaan Sunny. Chen sangat senang karena saran itu benar-benar membantu Sunny untuk kembali pulih seperti sediakala.
“halo, Sunny besok lusa jangan lupa dirumah akan ada doa mengenang satu tahun Ayah meninggal, oke”
“baik bu, aku pasti pulang kerumah. Jaga diri Ibu baik-baik”
Ayah Sunny meninggal setahun yang lalu karena serangan jantung saat ia sedang bekerja. Sama seperti Sunny saat kehilangan bayinya, keadaan Ibu saat itu sangat menyedihkan. Ibu memilih menyendiri dikamar pada beberapa bulan awal setelah kepergian Ayah. Walaupun begitu Ibu lebih kuat daripada Sunny kala itu, dengan sendirinya Ibu bisa menerima kepergian Ayah dan kembali menjalani hidupnya seperti biasa. Kabar bahagia mengenai Sunny yang tengah mengandung cucu pertamanya juga yang membuat Ibu sangat bersemangat menjalani hari. Kehilangan calon cucunya kala itu juga menjadi pukulan tersendiri bagi Ibu, namun ia harus kuat agar Sunny juga kuat menghadapinya. Ibu selalu menemani Sunny dibulan-bulan depresinya. Setiap kali Chen pergi bekerja, ibu dengan senang hati menemani Sunny dirumahnya. Ibu menjadi sosok yang sangat kuat dan sangat berarti bagi Sunny. Ibu melindungi Sunny dan berusaha sekuat tenaganya membuat Sunny pulih kembali. Walaupun begitu setiap malam dikamarnya Ibu sering kali menangis, mengadu pada suaminya di surga bercerita tentang putri tercinta mereka yang tengah depresi.
“Sayang aku akan ke rumah Ibu lebih dahulu karena aku harus membantu menyiapkan makanan dan yang lainnya”
“baiklah, aku akan segera kerumah Ibu sepulang dari bekerja. Kau hati-hati di jalan, oke?”
“iya sayang..kau juga hati-hati dijalan yah..”
Sudah seminggu ini Chen bekerja lembur, baru hari ini ia bisa pulang cepat selain karena pekerjaannya yang sudah selesai juga karena hari ini adalah hari peringatan setahun Ayah mertuanya meninggal. Kondisi kesehatan Chen sedikit memburuk karena kurang tidur dan kelelahan. Hari ini sepulang kerja ia menyempatkan membeli sebuket mawar putih untuk Sunny sebelum pergi ke rumah Ibu. Toko bunga dekat rumah Ibu menjadi tempat yang ditujunya setiap kali membelikan mawar putih untuk Sunny. Toko ini memang toko bunga kesukaan Sunny, menurutnya bunga mawar di toko ini terlihat sangat indah, tentunya setelah bunga-bunga mawar yang ada di rumah kaca di pekarangan rumahnya. Setelah membeli bunga untuk Sunny, Chen bergegas ke rumah Ibu karena khawatir terlambat menghadiri acara tersebut. Chen sedikit tergesa-gesa karena hari ini ia pulang kerja dengan kendaraan umum. Chen meninggalkan mobilnya dikantor karena merasa tubuhnya sedang tidak sehat. Jarak dari toko bunga dan rumah Ibu memang tidak jauh hanya berjarak 2 blok, namun karena tidak ada kendaraan umum yang melewati jalan ini maka Chen harus berjalan kaki. Chen yang terburu-buru tak sengaja menjatuhkan buket bunga yang dibelinya saat ia tengah menyeberang jalan. Chen yang menyadari hal itu menghentikan langkahnya dan memutuskan kembali untuk mengambil buket bunga tersebut. Bertepatan dengan itu rambu penanda untuk pejalan kaki sudah berubah menjadi merah. Tepat disaat Chen berlari untuk menyebrang kembali disaat itu juga sebuah truk menghantam tubuhnya. Tubuh Chen tergeletak ditengah jalan dengan berlumuran darah. Seketika itu Chen menghambuskan nafas terakhirnya dengan menggenggam buket mawar putih untuk Sunny. Chen meninggalkan Sunny tepat dihari yang sama Sunny harus kehilangan Ayahnya dan tepat dijalan yang sama Sunny kehilangan bayinya karena kecelakaan. Tak berapa lama banyak orang yang telah menggerumuni tubuh Chen. Salah satu orang yang melihat kejadian itu adalah Yuri, sahabat Sunny dan Chen. Yuri juga bertujuan untuk kerumah Sunny saat itu, namun saat akan menyeberang ia sempat melihat kecelakaan yang menimpa Chen. Setelah mengetahui bahwa korban kecelakaan tersebut adalah Chen, Yuri bergegas menuju rumah Sunny dan memberitahukan kabar ini pada Sunny. Berita ini sontak membuat Sunny pingsan tak sadarkan diri. Sunny segera dibawa kerumah sakit. Rumah sakit yang sama dimana Chen dibawa.
“sunny sayang, kamu harus kuat..” ujar Ibu yang sedari tadi tak henti mengusap rambut putrinya yang belum juga siuman. Belaian lembut tangan Ibu tak lama mampu menyadarkan Sunny. seketika itu juga Sunny menanyakan keadaan Chen. Ibu yang tidak tahu bagaimana caranya memberitahu Sunny kalau suaminya telah meninggal hanya dapat menangis. Sunny yang melihat Ibunya menangis saat itu juga ikut menangis. Ia mengerti bahwa sesuatu yang buruk pasti telah terjadi pada suaminya.
Kali ini Sunny tidak banyak menangis dibandingkan dengan ketika ia kehilangan bayinya dulu. Sunny lebih memilih untuk menyendiri. Entah apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Sunny tidak menangis namun juga tidak tertawa. Seakan dirinya juga sudah tidak bernyawa. Ia tidak bisa lagi merasakan hidupnya. Ia merasa Tuhan terlalu kejam padanya. Setelah pemakaman Chen, ia menjadi Sunny yang berbeda dari sebelumnya. Sunny melampiaskan kemarahan dan kesedihannya dengan mengurung diri dalam rumahnya, seorang diri. Ibu yang melihat keadaan putrinya merasa sangat khawatir, baginya melihat Sunny menangis lebih baik daripada melihat Sunny seperti saat ini. Sunny yang terlihat seperti mayat hidup. Raganya hadir namun jiwa dan pikirannya entah berada dimana.
Kehilangan Chen, orang yang paling penting dalam hidupnya, tentu menjadi pukulan keras bagi Sunny. Semua kenangannya bersama Chen selalu terbayang dan nampak begitu nyata. Chen yang selalu menemaninya menonton acara kesukaannya ditelevisi selelah apapun Chen sepulang dari kerjanya. Chen yang selalu membawakan buket mawar putih setiap malam minggu tiba. Chen yang dengan senang hati membantunya memasak disaat Sunny tidak enak badan. Senyum Chen yang pertama kali ia lihat setiap kali ia membuka matanya dipagi hari. Chen yang menjadi kekuatannya untuk bangkit kembali saat ia harus kehilangan bayinya.
Waktu cepat berlalu namun kesedihan karena kehilangan Chen sulit untuk berlalu. Sunny masih belum bisa keluar dari rumahnya. Ia masih saja mengurung dirinya dalam kesendiriannya. Setiap hari Ibu datang untuk melihat keadaan dan membawakan makanan untuknya. Setiap Ibu datang dengan sangat berat Sunny memasang senyumnya hanya untuk membuat Ibu tidak khawatir padanya, namun setelah Ibu pergi Sunny akan kembali mengurung diri dalam kamarnya. Sehebat apapun Sunny menyembunyikan kesedihannya itu, Ibu selalu tahu apa yang sebenarnya dirasakan Sunny. Ibu tahu putri kesayangannya masih belum bisa melepas kepergian suaminya.
“menangislah sayang..menangislah kalau ini semua terlalu menyakitkan untukmu. Ibu tahu kau masih sangat sulit menerima kenyataan bahwa kini Chen telah tiada, tapi kau harus tetap menjalani hidupmu” Ibu yang  tak kuat menahan tangisnya kini mulai menangis melihat Sunny yang hanya diam menatap kosong kursi yang biasa Chen duduki.
“kau adalah putri ibu yang hebat dan kuat. Ibu yakin kau bisa melalui kesedihan ini. kau tahu, Ibu belajar banyak darimu. Ibu belajar banyak tentang penerimaan yang tulus darimu. Kau harus kembali bangkit sama seperti saat kau kehilangan bayimu. Kau harus bisa kembali tersenyum nak. Saat ini Chen dan bayimu sudah bahagia di surga sana, oleh karena itu kau juga harus hidup bahagia disini. Demi mereka sayang...demi orang-orang yang kau cintai, demi Ayah, bayimu, dan juga demi Chen”. Sunny seketika itu menangis mendengar semua yang dikatakan Ibunya. Ia memeluk Ibunya erat. Tangisan Sunny membuat Ibunya merasa lega. Setidaknya dengan menangis Sunny menunjukkan bahwa ia sudah mulai bisa menerima kenyataan. Kenyataan bahwa kehilangan Chen terlalu menyakitkan baginya.
“kau kuat sayang!”
Sejak hari itu Sunny sudah mulai terlihat membaik. Sunny sudah bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa. Seminggu kemudian Sunny memutuskan untuk kembali bekerja. Alasannya tentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan ibunya. Walaupun sebenarnya bekerja adalah pengalihan dari kesedihannya. Bekerja sepanjang hari, setiap minggu, dan sepanjang tahun. Sunny kini adalah Sunny yang berbeda dari sebelumnya. Sunny yang gila bekerja dan benci kesunyian. Baginya waktu luang akan mengingatkannya tentang Chen dan membuka kembali luka dihatinya.
***
“ibu aku datang..”
“ya!kau ini sudah ibu bilang pergilah mencari pacar. Mengapa masih saja pulang kerumah setiap akhir pekan tiba?”
Setiap akhir pekan Sunny akan memilih pulang ke rumah Ibu untuk melarikan diri dari kesunyiannya. Sunny memang sudah terbiasa hidup sendiri namun ia benci dengan kesunyian. Kepergian Chen baginya sekaligus menutup pintu hatinya. Inilah yang membuat Ibu merasa khawatir kalau putrinya tidak akan menikah lagi. Ibu khawatir jika harus meninggalkan Sunny seorang diri nantinya.
“aish..anak ini benar-benar. sudah sana pergi keluar, jangan kembali kerumah lagi setiap akhir pekan tiba!” omel Ibu yang melihat Sunny masih saja nyaman dengan posisinya didepan layar televisi dengan sekotak es krim ditangannya.
Keesokan hari
Hari ini Ibu berencana mempertemukan Sunny dengan seorang anak dari temannya. Kim Jongin namanya. Sebenarnya Jongin bukanlah orang asing lagi bagi Sunny. Jongin adalah tetangga dan teman bermain Sunny sewaktu kecil. Mereka berpisah karena keluarga Jongin yang pindah ke Amerika saat mereka berusia 7 tahun. Sunny mengira ini hanya reuni teman biasa, namun tidak untuk Ibu yang berencana menjodohkan mereka. Kedua orang tua Jongin juga sudah setuju dengan rencana perjodohan ini. Ibu Jongin dan Ibu Sunny bahkan sudah mengatur rencana untuk kencan kedua anak mereka. Kencan pertama direncanakan hari ini tepat dirumah Sunny. Ibu sengaja membuat pertemuan pertama mereka dirumahnya agar terasa lebih akrab dan tidak akan membuat Sunny curiga.  Sejauh ini semua rencana Ibu berjalan lancar. Sunny dan Jongin sudah mulai akrab seperti masa kecil mereka. Taman dirumah Sunny menjadi tempat yang mengakrabkan mereka karena disini cukup banyak kenangan mereka bersama dulu. Taman yang juga menjadi saksi janji sucinya dengan Chen dulu.
Hubungan Sunny dan Jongin berjalan baik, terhitung sudah hampir satu tahun sejak Jongin kembali ke Seoul. Jongin yang tidak tahu tujuan utama dari pertemuannya dengan Sunny perlahan mulai menyukai Sunny dengan sendirinya. Sunny adalah wanita idamannya. Cerdas, dewasa, dan mandiri membuatnya berbeda dari wanita lain yang dikenalnya. Hal ini tentunya menjadi berita baik bagi Ibunya dan Ibu Sunny. Sunny juga terlihat dapat menerima kehadiran Jongin dengan baik. Setiap kali bersama Jongin, Sunny dapat tertawa lepas seperti saat ia bersama Chen dulu. Sunny juga merasa nyaman dengan keberadaan Jongin saat ini dihidupnya. Namun baginya hubungannya dengan Jongin sekedar hubungan antar teman kecil karena dihatinya hanya ada satu tempat yang sudah terisi oleh Chen dan sulit untuk menggantinya.
Malam ini menjadi malam yang penting bagi Jongin karena malam ini ia berencana untuk menyatakan perasaannya pada Sunny. Semua perlengkapan berkaitan kejutannya untuk Sunny sudah ia siapkan dengan matang. Sebuket mawar putih dari toko bunga dekat rumah Sunny dan kalung berbentuk hati sudah dengan apik disiapkannya. Kini tinggal pelaksanaannya. Sepulang bekerja Jongin segera menjemput Sunny dan mengajaknya pergi ke sebuah restoran Cina kesukaan Sunny yang ada di pusat Kota Seoul. Restoran yang juga merupakan restoran kesukaan Chen. Setelah mereka menyantap habis menu makanan yang dipesan Jongin berencana menyatakkan perasaannya pada Sunny. Jongin berdiri dari bangkunya dan berjalan menuju meja kasir. Dari kejauhan Jongin terlihat sedang membawa sesuatu dibalik tubuhnya. Kemudian Jongin mulai memposisikan dirinya berlutut dihadapan Sunny. Jongin mengeluarkan sebuket mawar putih dan kalung hati dari balik punggungnya. Sunny ketika itu hanya bisa terdiam melihat semua yang dilakukan Jongin. Semua ini terlihat persis seperti yang dilakukan Chen dulu ketika akan melamar Sunny.
“Sunny maukah kau menikah denganku?”
Perlahan Sunny mulai menitikan air matanya. Semua yang dilakukan Jongin mengingatkannya dengan Chen. Seketika itu juga semua kenangannya dengan Chen kembali hadir, seperti kaset yang diputar secara terus-menerus dalam otaknya. Tanpa sadar Sunny berlari meninggalkan Jongin tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya. Jongin yang melihat itu segera berlari mengejar Sunny. sedangkan Sunny tak sedikitpun menoleh ketika Jongin berteriak memanggil namanya. Sunny terus berlari dengan air mata yang tak henti mengalir. Sunny berlari kerumahnya. Kejadian yang baru saja terjadi seakan menarik kembali Sunny kedalam kesedihannya. Sesampainya di rumah, Sunny mengurung dirinya dalam kamar. Sepanjang malam ia terus menangis. Tangisan yang memilukan hati siapapun yang mendengarnya. Termasuk Jongin yang sedari tadi mengikuti Sunny hingga di rumahnya. Jongin merasa saat ini Sunny butuh sendiri. Ini bukan saatnya menanyakan jawaban atas pertanyaannya tadi atau meminta penjelasan mengapa Sunny menangis dan meninggalkannya begitu saja.
Hari sudah menjelang siang ketika Sunny terbangun dari tidurnya. Semalam ia tertidur setelah lelah menangis melepas kerinduannya terhadap Chen. Sunny dengan mata sembabnya untuk waktu yang cukup lama setelah bangun dari tidurnya masih saja berdiam diri diatas kasurnya. Dalam hatinya kini ia masih berharap semua ini adalah mimpi. Ia berharap ketika ia terbangun nanti ia dapat melihat senyum Chen seperti biasanya. Seperti bom waktu yang tiba-tiba meledak saat Sunny kembali sadar bahwa tidak ada lagi Chen disampingnya.
Sunny kini sedang duduk dikursi tempat Chen biasa bekerja. Inilah kebiasaan Sunny saat ia merindukan Chen. Duduk berjam-jam dikursi ini. Sebuah buka catatan milik Chen tiba-tiba saja terjatuh dari meja kerjanya. Sunny dengan lemah mengambil buku itu. Ia membuka buku itu ketika melihat nama Chen pada halaman depan buku itu. Halaman pertama buku itu bertuliskan gadis ‘cinta pertama’. Kata-kata ini mengingatkan kenangannya saat pertama kali Chen datang menemuinya di taman kota.
Gadis ‘cinta pertama’ku, Sunny
Akhirnya aku berhasil mengumpulkan keberanianku mengatakan semua perasaanku.
Halaman-halaman berikutnya dari buku itu menceritakan kehidupan Chen bersama Sunny. Semua kebahagiaan mereka mulai dari Chen yang melamar Sunny dihari ulang tahunnya, hari pernikahan mereka, dan waktu-waktu bahagia lain yang mereka lalui bersama. Chen juga menuliskan angan-angannya ketika kabar bahagia bahwa Sunny sedang mengandung anaknya. Semua hal yang ingin dilakukannya bersama anaknya kelak.  Begitupula dengan kesedihannya ketika Sunny mengalami kecelakaan dan membuat mereka harus kehilangan bayi mereka. Semua tulisan dalam buku ini adalah curahan hati Chen. Perlahan Sunny kembali menitikan air matanya, walaupun rasanya air mata itu sudah kering karena menangis semalaman. Setiap kata demi kata yang Chen tuliskan membuat Sunny merasa semakin kehilangan Chen. Ia merasa selama ini tidak menjadi istri yang baik untuk Chen, karena membiarkan Chen memanggul kesedihannya sendiri dan terus menyusahkan Chen.
Saat ini Chen hadir dan duduk disampingnya. Chen menatap lembut wajah Sunny begitupula dengan Sunny. seakan mereka sedang melampiaskan kerinduan yang mendalam. Chen kemudian membelai lembut rambut Sunny seperti yang biasa dilakukannya dulu. Chen menghapus sisa tetesan air mata yang ada di wajah Sunny. setelah itu Chen perlahan bangun dari tempatnya dan berjalan menuju sebuah pintu. Kali ini Sunny benar-benar tidak ingin kehilangan Chen. Sunny segera bangun dari tempatnya dan mengikuti langkah Chen menuju pintu itu. Sebelum sampai dipintu itu, Chen berpaling menatap Sunny kemudian tersenyum. Tatapan dan senyuman itu seperti isyarat perpisahan. Isyarat untuk Sunny agar tidak lagi mengikutinya atau memikirkan Chen. Tak lama Chen melanjutkan langkahnya dan menghilang dibalik pintu itu. Sunny dengan sekuat tenaga mencari Chen yang menghilang begitu saja. Sunny kembali menangis karena tak juga menemukan Chen. Tangisan itu membangunkan Sunny dari tidurnya. Ternyata sedari tadi Sunny masih tertidur diranjangnya. Sesaat Sunny bangun, ia teringat akan buku catatan milik Chen dalam mimpinya. Ia segera bangkit dari ranjangnya dan mencari buku itu di meja kerja Chen. Buku catatan berwana cokelat tua milik Chen. Sunny segera membaca buku itu, setiap kata yang ia baca persis sama dengan yang ada dalam mimpinya. Tepat dihalaman terakhir buku ini Chen menuliskan kata-kata yang dulu selalu diucapkannya ketika Sunny depresi karena kehilangan bayinya. Kata-kata yang membuat Sunny dapat bangkit kembali dari keterpurukannya dulu.
‘Kesedihan dimasa lalu biarlah berlalu kini saatnya memulai hidup yang baru’
Akhir dari halaman buku ini seakan memberitahukan Sunny bagaimana dulu Chen dapat mengatasi semua kesedihannya. Akhir dari buku ini juga menggambarkan akhir dari kesedihan Chen. Kesedihan dimasa lalu akan terus mengekang jika tidak dibiarkan pergi. Itulah cara Chen mengatasi kesedihannya dulu, membiarkan kesedihan itu pergi dan merelakan semua yang telah terjadi sebagai penerimaan yang indah. Sama seperti dirinya dulu yang dapat menerima kepergian bayinya, Chen juga ingin Sunny dapat menerima kepergian Chen kali ini dan memulai kembali kehidupannya seperti biasa.
***
Tiga hari sejak malam saat Jongin mengutarakan perasaannya tak ada kabar sedikitpun mengenai keadaan Sunny. Jongin juga belum berani mendatangi rumah Sunny atau sekedar menanyakan kabarnya. Setelah pulang dari rumah Sunny malam itu, Jongin hanya bisa menunggu Sunny memberikan kabar padanya. Jongin juga tidak menceritakan kejadian malam itu pada Ibu Sunny. Jongin takut Ibu Sunny khawatir dengan putrinya. Jongin tahu semua cerita masa lalu Sunny, tentang depresi yang dialaminya karena harus kehilangan anak dan suaminya. Oleh karena itu Jongin merasa Sunny sedang membutuhkan waktunya sendiri.
Drrt..drrt.. telepon genggam Jongin bergetar, terpampang nama Sunny dilayar telepon tersebut. Sebuah pesan dari Sunny. Pesan yang berisi jawaban dari pertanyaan Jongin malam itu.
From : Sunny
Maafkan aku Jongin, aku belum bisa menerimanya. Semua masih terlalu cepat untukku. Maaf juga aku meninggalkanmu begitu saja malam itu dan tidak mengabari apapun padamu.
Jongin paham bahwa Sunny masih butuh waktu. Ia sadar semua yang terjadi malam itu terlalu cepat dan mengejutkan untuk Sunny. Ia juga tidak ingin memaksakan perasaannya. Bagaimanapun Sunny masih butuh waktu untuk menggantikan posisi Chen dalam hidupnya.
To : Sunny
Aku paham dan bisa menerimanya. Semua orang bahkan wonder woman sekalipun membutuhkan waktu untuk pulih dari kesedihannya. Aku hanya butuh waktu lebih banyak untuk menunggumu bukan? J
Bagaimana kabarmu?    
Satu bulan kemudian Sunny sudah kembali dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa. Perlahan namun pasti ia sudah bisa berdamai dengan kesedihannya. Kini setiap akhir pekan tiba Sunny tidak lagi melarikan dirinya dari kesunyian. Kini Sunny akan pergi bersama teman-temannya saat akhir pekan tiba dan sesekali mengunjungi Ibunya. Sunny sudah kembali seperti dirinya yang dulu, jauh sebelum depresinya karena kehilangan Chen. Hubungannya dengan Jongin juga semakin dekat. Sikap Jongin yang dapat memahaminya kala itu membuat Sunny melihat Jongin berbeda. Walaupun Sunny masih belum memikirkan untuk menerima ‘ajakan’ Jongin kala itu, namun perlahan ia sudah bisa membuka hati untuk Jongin.
  
-END-